Ujian sidang merupakan masalah paling sulit bagi mahasiswa. Satu di antaranya, menuntut “sedikit” tambahan biaya. Karena itu, jika tidak lulus sidang tugas akhir, sidang skripsi, sidang tesis, atau sidang disertasi, mahasiswa harus membayar lagi.
Hari itu, saya bersama tiga dosen akan menguji skripsi seorang mahasiswa di sebuah fakultas psikologi. Skripsi telah kami terima beberapa hari sebelumnya. Masing-masing peguji telah membaca skripsi. Ketika tiba di kampus, wajar mereka memberi komentar. Saya coba mengingatkan, kalau pembimbing sudah mengijinkan mahasiswa maju sidang, berarti skripsi mahasiswa itu sudah layak diuji. Minimal C.
Hari itu, saya dipilih sebagai ketua sidang. Ketika mahasiswa telah duduk di ruang sidang, dua penguji di samping saya masih memberi komentar-komentar negatif. Satu di antaranya, yang membuat saya terkejut, mereka menyatakan mahasiwa tersebut tidak dapat mereka luluskan. Karena itu, saya mengklarifikasi “bisik-bisik” mereka itu dan juga mengkonfirmasikannya kepada penguji lain. Ketika mereka sepakat tidak dapat meluluskan mahasiswa tersebut, dengan berat hati saya pun terpaksa membatalkan sidang skripsi. Saya jelaskan pada mereka, kalau tidak lulus dan sidang ulang, mahasiswa itu harus membayar lagi. Kalau kita batalkan, ia hanya memperbaiki skripsi dan sidangnya dijadwalkan ulang tanpa bayar. Ketika para penguji masih bertanya, saya tegaskan, “Lha, kalau kita sudah tahu dia tidak lulus, kenapa kita harus menyelenggarakan sidang lagi?”
Note: Alhasil, sidang skripsi dibatalkan. Karena itu, honor dan semua biaya sidang pun dibatalkan. Para penguji, termasuk saya, hari itu, pulang tidak dibayar.
0 komentar: