Suri Mulani: Memimpin Proyek TI Seperti Tim Bola Basket

Hobinya berolahraga bola basket ketika SMA sempat membawanya masuk ke dalam seleksi tim daerah Jawa Barat. Tapi, orang tua Suri menyuruhnya fokus pada UMPTN. Akhirnya, ia harus melepaskan cita-cita masa kecilnya untuk menjadi atlet demi menekuni kuliah Akuntansi di Universitas Padjadjaran. Nah, bagaimana kisah Suri bisa berpindah jalur menjadi profesional teknologi informasi (TI)?
Suri Mulani (General Manager IT – Support Services, PT Mitra Adiperkasa, Tbk.). [Foto: Victor Adianggara]
Jika takdir berkata lain, mungkin rangkaian karier Suri Mulani (General Manager IT – Support Services, PT Mitra Adiperkasa, Tbk.) berada di lapangan basket.

Hobinya berolahraga bola basket ketika SMA sempat membawanya masuk ke dalam seleksi tim daerah Jawa Barat. Tapi, orang tua Suri menyuruhnya fokus pada UMPTN. Akhirnya, ia harus melepaskan cita-cita masa kecilnya untuk menjadi atlet demi menekuni kuliah Akuntansi di Universitas Padjadjaran. Nah, bagaimana kisah Suri bisa berpindah jalur menjadi profesional teknologi informasi (TI)?

Rupanya Suri sudah akrab dengan teknologi sejak kecil. Kakeknya, seorang dokter, ialah sosok yang berjasa mengenalkannya dengan komputer. “Dari dulu saya menyukai sistem dan proses. Ketika kuliah, ada mata kuliah operations research. Ada masalah dengan batasan-batasan tertentu, lalu bagaimana cara menyelesaikannya? Di situ saya mulai belajar cara berpikir terstruktur. Saya mulai berpikir, sepertinya bekerja di bidang information system menarik juga,” ia bercerita.

Setelah menuntaskan kuliah di Bandung, Suri sempat bekerja di salah satu perusahaan FMCG (Fast Moving Consumer Goods) multinasional papan atas di Indonesia selama empat tahun. Di sana, Suri dipercayai untuk mengemban proyek perdana berupa implementasi ERP untuk modul finance. “Di situ saya memulai karier di TI; berkenalan dengan project management, sistematika, dan cara berpikir orang TI,” tukasnya.

Selanjutnya, Suri meneruskan studi pascasarjana di University of Pittsburgh, AS, dengan fokus management information system. Gelar MBA ia raih dalam satu tahun. Kemudian, ia melanjutkan karier di Negeri Paman Sam itu.

Tak Pernah Bosan

Selama delapan belas tahun berkutat di bidang TI, sebagian besar proyek yang Suri kerjakan adalah project management dan implementasi. Apakah ia tidak merasa bosan? “Tidak, karena setiap proyek selalu ada tantangan yang berbeda,” sebutnya.

Suri melihat bahwa dalam bidang yang berhubungan dengan bisnis, suatu masalah tidak pernah punya satu sisi saja. Banyak sudut pandang yang harus diperhatikan. “Tidak ada solusi yang 100% tepat setiap saat. Satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah mencari solusi yang paling tepat dengan masalah pada saat itu. Cara berpikir untuk menuju ke sana, itu yang menarik,” ia melanjutkan.

Oleh karena itu, Suri menyarankan bagi profesional TI untuk pernah terlibat dalam project management, di samping memiliki technical skill. Alasannya, di dalam project management inilah, kita dituntut bekerja dengan tahap-tahap yang sudah didesain, terstruktur, dan diberikan jadwal untuk mencapai target tertentu. Jika proyek ini melibatkan orang bisnis, kita pun mesti belajar berkomunikasi memakai bahasa bisnis, jangan melulu bicara jargon-jargon teknis.

Keahlian untuk bekerja dalam tim inilah yang tampaknya Suri pelajari dasar-dasarnya dari permainan bola basket. “Sama-sama ada strateginya, tiap orang ada tugasnya, dan tiap lawan harus dihadapi dengan strategi berbeda,” demikian analogi yang ia berikan.

Dinamisnya Retail

Sepanjang bergelut di dunia TI, Suri mengaku banyak tumbuh dan berkembang di industri manufaktur dan FMCG. Namun, sekitar satu setengah tahun terakhir ini telah dihabiskan Suri untuk mengelola TI di PT Mitra Adiperkasa (MAP), Tbk., perusahaan retail terbesar di Indonesia.

Kedua industri ini dirasa memberi tantangan yang berbeda. Di perusahaan FMCG, Suri dituntut untuk turut memahami process management, production planning, distribution, dan sebagainya. Mulai dari proses produksi, distribusi, pemasaran, sampai berujung di laporan keuangan. Sementara itu, di MAP memang lebih berfokus pada distribusi dan pemasaran. Akan tetapi, pergerakan barang di retail jauh lebih cepat daripada FMCG.

“Kalau di retail, kita masuk toko hari ini, minggu depan barangnya sudah berganti. Proses di balik pergantian barang ini yang rumit; bagaimana stok masuk, stok keluar, retur barang. Berbeda dengan produk FMCG. Berjualan di supermarket, jarang ada produk atau varian baru yang cepat keluar,” papar Suri.

Belum lagi masalah varian produk yang lebih beragam. “Di supermarket, kita bisa hitung produk sampo paling banyak 20 – 30 SKU (Stock Keeping Unit). Di toko? Satu model baju saja, dari size 1 – 10 itu artinya ada 10 SKU. Di satu toko ada berapa model?” lanjut penyuka traveling ini. Dengan cakupan sekitar 2.000 toko di 70-an kota di seluruh Indonesia, kita bisa bayangkan ada berapa SKU yang harus dikelola dalam database MAP.

Demi Efisiensi

Organisasi TI di MAP memang cukup besar dengan total lebih dari seratus personel. Mereka dibagi ke dua area besar: infrastruktur dan business partnership. Suri berada di area business partnership ini, khususnya menangani bagian Finance/Accounting dan Human Resources (HR). Ia berperan sebagai jembatan antara TI dan bisnis. “Tugas kami untuk mengerti apa saja kebutuhan HR dan finance/accounting, lalu bagaimana TI bisa support kebutuhan itu,” ucapnya.

Salah satu proyek besar yang dijalankan Suri yaitu implementasi beberapa sistem untuk membantu otomasi HR. Misalnya, mekanisme presensi (kehadiran karyawan) dengan menggunakan sistem biometrik (sidik jari). Dari awal, project team harus mengetahui dulu tujuan dari pemasangan sistem baru ini. Bukan sekadar ingin tahu jam masuk dan pulang karyawan, melainkan juga membantu mengatur jadwal kerja karyawan di toko guna memastikan jumlah karyawan di toko selalu mencukupi.

Tujuan lain yakni menghitung jam lembur karyawan. Sebelumnya, pencatatan ini dilakukan secara manual dengan Excel. Walhasil, pada akhir bulan, pekerjaan administrasi menumpuk karena harus merekapitulasi laporan itu. “Itu yang kami coba address dengan sistem otomasi presensi,” tukasnya.

Proyek lainnya berkaitan dengan finance/accounting, yaitu menyediakan sebuah aplikasi online yang bisa diakses pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan keuangan. Sebelumnya, laporan dari tiap toko dibuat dengan Excel dan dikirim ke satu orang untuk digabungkan. Dengan memanfaatkan aplikasi baru ini, proses konsolidasi laporan keuangan bulanan akan dapat dilakukan secara otomatis. “Ujung-ujungnya ingin meningkatkan efisiensi perusahaan,” kata Suri.

Penggelaran (roll-out) proyek-proyek ini umumnya berdurasi 10 – 12 bulan. Tapi, setelah aplikasi selesai diimplementasikan, bukan berarti proyek usai. Pasalnya, masih ada change management yang mengikuti. Tugas ini tergolong sulit karena harus mengubah kebiasaan orang. Perubahan ini bisa memakan waktu lama dan harus terus dimonitor. Jadi, apakah Suri merasa proyek-proyek ini sudah berhasil mencapai tujuan? “Kalau dibilang tercapai, mungkin belum 100%. Tapi, improvement-nya sudah kelihatan,” jawabnya.

Di masa depan, Suri berharap peran TI tidak hanya sebatas fungsi pendukung, tetapi juga dianggap sebagai strategic business partner. Ia menginginkan divisi TI dilibatkan sejak awal dalam setiap inisiatif bisnis yang sedang dirancang manajemen. “Karena TI punya sudut pandang sendiri dan added value yang bisa diberikan kepada bisnis untuk mencapai tujuan yang sama,” ia beralasan. Sekarang proses itu sudah dimulai, tapi belum konsisten dilakukan.