Jakarta – Volume data di Indonesia mengalami pertumbuhan signfikan. Tahun ini saja, Tahun ini volume data di Indonesia mencapai 84 exabyte (EB). Jika tidak segera dikelola dengan baik, data Indonesia rawan bocor dan meluber pada tahun 2020 yang diprediksi mencapai
656 EB.
Ironisnya, hingga sekarang mayoritas data tersebut belum diproteksi dengan baik. Hal ini berdasarkan hasil penelitian International Data Corporation.
“Dari penelitian IDC, ada 57 persen data yang tidak perlu dilindungi dan yang 43 persen perlu dilindungi. Dipecah lagi, dari data yang perlu dilindungi itu baru 47 persen yang sudah dilindungi, sisanya yang sebesar 53 persen itu belum dilindungi,” kata Adi di Jakarta Pusat, Kamis (12/6).
Data-data yang beredar di internet tadi bisa dimanfaatkan untuk beragam hal. Dalam bisnis misalnya, melimpahnya data tadi bisa dianalisis untuk membuat keputusan yang lebih tepat.
Ada pula kemungkinan data-data tadi disalahgunakan, sehingga perlindungan data menjadi penting. Bermacam implikasi bisa muncul jika ada kebocoran data.
“Yang paling sering terjadi adalah kehilangan data. Data-data di device (perangkat) kita sering kali lebih berharga kan daripada device itu sendiri?” jelas Adi.
Adi mencontohkan data perbankan. Menurutnya, ada tiga implikasi jika data tersebut tidak segera diproteksi. Pertama, akan menyebabkan tingkat kepercayaan nasabah bisa goyah. Mereka akan berpikir ulang untuk menyimpan uangnya di bank tersebut.
Kedua, compliance(kepatuhan) karena aturan Bank Indonesia tentang proteksi data ketat. ”Ketiga, finansial. Kalau ada nasabah yang merasa dirugikan tentu bank harus mengganti,” jelas Adi. (bs/gbi)
0 komentar: