KUNING PADA BAYI

Padahal, kondisi ini wajar terjadi pada bayi baru lahir, sehingga orang tua tak perlu panik berlebihan. Diskusikan hal ini dengan dokter anak dan terus susui bayi agar kadar biliribunnya turun. Ikterus fisiologis dan patologis “Kuning” pada bayi yang disebut juga ikterus atau jaundice adalah pewarnaan kuning yang tampak pada bagian putih mata (sklera) dan kulit selanjutnya meluas ke dada, perut dan anggota tubuh yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Kondisi ini umumnya terjadi pada 48–120 jam setelah bayi lahir. Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah.
Ketika bayi yang baru dilahirkan mengalami “kuning”, kebanyakan orang tua langsung beranggapan bahwa bayinya mengalami masalah kesehatan yang serius.

Padahal, kondisi ini wajar terjadi pada bayi baru lahir, sehingga orang tua tak perlu panik berlebihan. Diskusikan hal ini dengan dokter anak dan terus susui bayi agar kadar biliribunnya turun. 

Ikterus fisiologis dan patologis

 “Kuning” pada bayi yang disebut juga ikterus atau jaundice adalah pewarnaan kuning yang tampak pada bagian putih mata (sklera) dan kulit selanjutnya meluas ke dada, perut dan anggota tubuh yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Kondisi ini umumnya terjadi pada 48–120 jam setelah bayi lahir. Bilirubin adalah hasil pemecahan sel darah merah.

Hemoglobin (Hb) yang berada dalam sel darah merah akan dipecah menjadi bilirubin. Satu gram Hb menghasilkan 34 mg bilirubin. Ikterus pada bayi baru lahir baru tampak ketika serum bilirubin mencapai lebih dari 5 mg/dL (86 μmol/L).

Segera setelah lahir, bayi melakukan adaptasi fisiologis dengan mengubah bilirubin yanglarut lemak (indirek) menjadi bilirubin yang larut air (direk) di hati. Pada bayi yang normal, sehat dan cukup bulan, hati cukup matang dan dapat menghasilkan enzim glukoronil transferase dalam jumlah yang memadai, sehingga kadar serum bilirubin tidak akan mencapai tingkat yang dapat mengganggu kesehatan.

Kondisi inilah yang disebut ikterusfisiologis. Sementara ikterus patologis terjadi karena kondisi medis tertentu, seperti kurangnya albumin (protein darah) dan/atau meningkatnya sirkulasi enterohepatik (sistem yang menghubungkan hati dengan organ pencernaan). Pada kondisi ini terjadi peningkatan kadar serum bilirubin yang sangat tinggi, bayi sudah terlihat kuning dalam 24 jam pertama setelah lahir.

Kondisi ini perlu diwaspadai karena serum bilirubin dapat bersifat toksik sehingga berpotensi mengakibatkan ketulian atau perusakan jaringan bila tidak segera diatasi. Proses perusakan jaringan ini disebut encephalopathy atau kernicterus. Berkat kemajuan dunia medis, kasus kernicterus sudah sangat jarang ditemui lagi.

Ikterus dan pemberian ASI

"Kuning” pada bayi yang berhubungan dengan pemberian ASI karena peningkatan bilirubin indirek dapat dikategorikan dalam 2 jenis, yaitu:

1. Ikterus dini yang muncul pada hari ke-2 atau ke-3 setelah lahir (breastfeeding jaundice, BFJ)

Disebabkan oleh asupan makanan yang kurang akibat produksi ASI masih kurang pada hari pertama, sehingga bayi mengalami kekurangan asupan ASI yang dapat berlanjut pada dehidrasi dan asupan kalori yang rendah. BFJ tidak memerlukan pengobatan. Pemberian air putih atau air gula pada bayi juga tidak dianjurkan karena bayi sehat yang lahir cukup bulan, mempunyai cadangan cairan dan energi yang adekuat (memadai) untuk mempertahankan metabolisme tubuh selama 72 jam.

Cara yang tepat untuk mengatasi BFJ adalah dengan pemberian ASI yang memadai. Oleh karena itu, ibu dianjurkan untuk menyusui sesering mungkin agar menstimulasi pengeluaran kolostrum ibu.ASI dan kolostrum akan membantu bayi lebih mudah buang air besar (BAB), buang air kecil (BAK), dan sekaligus mempercepat pengeluaran serum bilirubin dari tubuh. Bayi prematur atau sakit membutuhkan asupan ASI lebih besar dibandingkan bayi cukup bulan atau sehat.

2. Ikterus yang muncul pada akhir minggu pertama setelah bayi lahir (breastmilk jaundice, BMJ)

Kondisi ini sangat jarang terjadi, dan bila terjadi dapat berlangsung selama 3–12 minggu. Hingga kini penyebab pastiBMJ masih belum jelas, tetapi beberapa faktor diduga turut berperan dalam jaundice tipe ini. Salah satunya adalah BMJ disebabkan oleh suatu zat dalam ASI yang meningkatkan reabsorbsi serum bilirubin dan menurunkan kemampuan hepar untuk memetabolisme bilirubin. Selain berkaitan dengan ASI dari ibu tertentu, kasus ini juga bersifat familial, yaitu akan berulang pada setiap bayi yang disusui oleh ibu yang bersangkutan

Faktor lain penyebab BMJ juga tidak terlepas dari kemampuan bayi dalam mengkonjugasi (mengikat) serum bilirubin. Oleh karena itu, BMJ pada bayi prematur cenderung lebih berat. Selain itu, BMJ juga dapat terjadi karena adanya peningkatan sirkulasi enterohepatik.

BMJ sangat jarang menyebabkan masalah kesehatan serius. BMJ juga tidak dapat dijadikan alasan untuk berhenti memberikan ASI kepada bayi. Pemberian cairan pengganti ASI hanya diperbolehkan atas anjuran dokter dan bila tidak ada lagi cara lain. Pemberian cairan ini pun harus dilakukan sembari memberikan ASI.

Solusi hiperbilirubinemia berat

Jika diperlukan, pada kasus hiperbilirubinemia berat ada beberapa pilihan terapi yang dapat dikombinasikan satu sama lain dan dilakukan bersamaan dengan pemberian ASI eksklusif, minimal 8–10 kali dalam 24 jam.

1. Fototerapi (terapi sinar). Fototerapi dapat menurunkan kadar serum bilirubin dengan memecah bilirubin dan membuatnya lebih mudah diekskresikan. Terapi ini terbukti aman dan efektif dalam menurunkan toksisitas bilirubin.

2. Transfusi tukar darah (exchange blood transfusions). Terapi ini sudah sangat jarang dilakukan mengingat semakin efektifnya terapi sinar.

Penyusun: dr. Ayu Partiwi SpA, MARS

Sumber:

IGAN Partiwi, Anak Sehat: 100 Solusi dr. Tiwi, Jakarta: Esensi Erlangga, 2011.

Rulina Suradi, Debby Letupeirissa, Air Susu Ibu dan Ikterus, dalam Badriul Hegar, et al. (Ed.), Bedah ASI, Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabangg DKI Jakarta, 2008.

Rinawati Rohsiswatmo, Jaundice pada Bayi ASI, dalam Simposium The First Breastfeeding Update: Breastfeeding Sick Babies, Jakarta: 24-25 Juni 2014.