EKA SUHARTO: BERTRANSFORMASI DI TENGAH KERAGAMAN

 Eka Suharto bergabung dengan PT Adaro Energy Tbk. (Adaro) tepat di saat divisi Teknologi Informasi (TI) perusahaan tersebut memulai sebuah transformasi. “Sejak saya bergabung dengan Adaro setahun lalu, peran teknologi informasi (TI) bergeser fokusnya dari penyedia infrastruktur menjadi pendukung bisnis melalui informasi dan aplikasi,” ujar Eka. Dengan peran baru tersebut, divisi yang dipimpinnya harus menyelaraskan rencananya dengan strategi korporasi maupun unit bisnis/anak perusahaan.
Eka Suharto, Information Technology Division Head, PT Adaro Energy Tbk.
Sebuah impian sederhana sempat terangkai di benak Eka Suharto cilik, untuk menjadi seorang eksekutif. Dan kini, sebagai eksekutif teknologi di sebuah perusahaan energi berskala besar, pria asal Kalimantan ini menghadapi tugas-tugas yang jauh dari sederhana.

Eka Suharto bergabung dengan PT Adaro Energy Tbk. (Adaro) tepat di saat divisi Teknologi Informasi (TI) perusahaan tersebut memulai sebuah transformasi. “Sejak saya bergabung dengan Adaro setahun lalu, peran teknologi informasi (TI) bergeser fokusnya dari penyedia infrastruktur menjadi pendukung bisnis melalui informasi dan aplikasi,” ujar Eka. Dengan peran baru tersebut, divisi yang dipimpinnya harus menyelaraskan rencananya dengan strategi korporasi maupun unit bisnis/anak perusahaan.

Sampai di sini, tugas bapak satu putra dua putri itu sepertinya memang lazim dilakukan para pemimpin TI di masa kini. Namun ketika sampai pada jumlah unit bisnis yang harus didukung, kerumitan dan tantangan tugas Eka Suharto mungkin tak lazim ditemui.

Adaro menjalankan serangkaian bisnis pertambangan batubara yang terintegrasi secara vertikal, mulai dari pertambangan sampai ketenagalistrikan, atau dikenal dengan sebutan from pit to power. Bermula dari 5 anak perusahaan di tahun 2005, kini perusahaan yang memiliki lokasi operasional utama di Kabupaten Tabalong dan Balangan, Kalimantan Selatan itu beroperasi melalui 21 anak perusahaan yang berada di bawah naungan enam divisi. Keenam divisi tersebut—aset pertambangan, jasa pertambangan, jasa logistik, pemasaran, pengelolaan aset pertanahan dan ketenagalistrikan—merepresentasikan titik-titik rantai pasokan (supply chain) batubara, dari awal hingga akhir.
Keragaman proses bisnis di sepanjang rantai pasokan menjadi tantangan tersendiri bagi profesional TI dengan jam terbang lebih dari dua puluh tahun di bidang TI itu. Menurut Eka, keragaman seperti ini bukan tak mungkin ada di sektor industri lain. “Tapi keragaman proses tersebut biasanya berjalan di bawah naungan satu perusahaan. Sementara di Adaro, aneka proses yang berbeda itu berjalan di anak-anak perusahaan yang berlainan,” jelas Eka Suharto.

Untuk mengawal proses di setiap titik rantai pasokan tersebut tentu dibutuhkan koordinasi dan integrasi yang kokoh. Teknologi informasi diyakini dapat memampukan itu sehingga konsep rantai pasokan juga diterapkan dalam pengelolaan TI, yakni TI menyediakan jasa/layanan dari awal hingga akhir rantai pasokan.

Keragaman proses bisnis di sepanjang rantai pasokan menjadi tantangan tersendiri bagi profesional TI dengan jam terbang lebih dari dua puluh tahun di bidang TI itu. Menurut Eka, keragaman seperti ini bukan tak mungkin ada di sektor industri lain. “Tapi keragaman proses tersebut biasanya berjalan di bawah naungan satu perusahaan. Sementara di Adaro, aneka proses yang berbeda itu berjalan di anak-anak perusahaan yang berlainan,” jelas Eka Suharto.

Keragaman sebenarnya sudah biasa dihadapi Eka. Ketika mengurusi TI di sebuah perusahaan distribusi produk farmasi, pria yang hobi membaca buku ini harus menghadapi aneka jenis vendor. “Dalam distribusi produk farmasi, kami melayani bukan hanya user internal. TI juga harus berhubungan dengan principal/supplier (obat. Red) yang memiliki 40-50 brand atau produk. Ada pula customer yang berupa ribuan apotik, rumah sakit, dan dokter. Belum lagi jenis obat-obatan yang juga berbeda,” ujar pria yang mengawali karir TI-nya sebagai teknisi dan pengajar komputer itu.

Karena keragaman adalah sebuah kenyataan di Adaro, mau tak mau Eka harus mengambil langkah yang umum diambil dalam situasi seperti itu: standardisasi dan konsolidasi perangkat keras maupun perangkat lunak, serta integrasi aplikasi. “Kami juga membuatkan beberapa template atau model karena ada beberapa proses bisnis yang mirip di beberapa unit usaha,” jelas Eka Suharto.

Selain mendorong setiap anak perusahaan menyelaraskan diri dengan strategi korporasi, utamanya agar biaya menjadi lebih efisien, Eka dan timnya pun harus siap mengakomodasi kebutuhan dan inisiatif spesifik dari setiap anak perusahaan. Di titik ini, Eka dihadapkan kepada tantangan menyesuaikan pola pikir timnya yang tengah bertransformasi dari penyedia layanan teknis menjadi mitra pemberi solusi bisnis.

Tantangan tersebut ia coba atasi dengan mendorong timnya membangun komunikasi yang erat dengan user dan terus mengasah pengetahuan dan pemahaman proses bisnis. “Saat ini kami masih harus memelajari strategi perusahaan, proses bisnis, bahkan content informasi yang ada,” jelas Eka seraya berharap ia dapat membawa tim TI Adaro ke tingkatan yang lebih tinggi.

Melalui transformasi organisasi TI yang sedang berjalan, pemegang gelar S2 Management Strategic dari Universitas Bina Nusantara ini berharap TI bisa menjadi mitra yang sejajar dengan bisnis. “Dalam kedudukan itu, TI tidak saja mengerti kebutuhan bisnis, mampu memberi solusi, tetapi juga dapat memberikan ide-ide inovasi yang membukakan peluang bagi bisnis,” tandasnya. Inilah impian baru sang eksekutif.