Ni Nyoman Trisnasari: Sukses Adalah Proses

Sebagai seorang perempuan di posisi IT leader, menurutnya, tak jarang ia mendapatkan dukungan dengan derajat caring yang berbeda dari anggota timnya. “Mungkin karena bagaimanapun perempuan adalah mahluk yang perlu perlindungan lebih,” aku Koming. Meski begitu, tak jarang ia justru memperoleh tantangan dari timnya sendiri maupun kolega.
Ni Nyoman Trisnasari, Chief Information Officer-Head of IT, PT AXA Services Indonesia. Foto : Shinta Meliza
Bidang teknologi masih seringkali disebut sebagai male-dominant industry. Bagaimana kaum perempuan bisa sukses menapaki tangga karir di sana? Mari belajar dari Ni Nyoman Trisnasari.

“Saya cukup yakin bahwa dalam hidup ini selalu ada dua sisi yang berdampingan, seperti Yin dan Yang dalam filsafat Tiongkok atau Rwa Bhineda dalam filsafat Hindu,” tutur Ni Nyoman Trisnasari (Chief Information Officer – Head of IT PT Axa Services Indonesia). Dalam kesehariannya di dunia teknologi, perempuan yang akrab dipanggil Koming ini pun menghadapi dua sisi tersebut.

Sebagai seorang perempuan di posisi IT leader, menurutnya, tak jarang ia mendapatkan dukungan dengan derajat caring yang berbeda dari anggota timnya. “Mungkin karena bagaimanapun perempuan adalah mahluk yang perlu perlindungan lebih,” aku Koming. Meski begitu, tak jarang ia justru memperoleh tantangan dari timnya sendiri maupun kolega.

Namun di sisi lain, sarjana teknik satelit dan telekomunikasi yang pernah bekerja di Hughes Communications dan Lockheed Martin Corporation, di AS, ini, menyadari betul konsekuensi berkarier di industri yang didominasi kaum adam. Tiada pilihan bagi Koming selain bekerja ekstra keras untuk menguatkan pijakan eksistensinya di sana, untuk meraih respek kolega internal maupun eksternal.

“Respect is earned, not granted,” tegasnya mengingatkan bahwa respek diperoleh melalui sebuah proses. “Proses kita mempelajari ilmu dari bidang yang kita geluti, juga proses dari pengembangan diri kita sebagai seorang profesional dan sebagainya,” imbuh Koming mencontohkan. Perjalanan karirnya selama lebih dari dua puluh tahun rasanya cukup melukiskan betapa panjang proses yang telah ia lalui, di Indonesia maupun di beberapa negara lain yang pernah disinggahinya.

Secara pribadi, Koming tidak melihat “dikotomi” pria dan wanita di tempat kerja sebagai sesuatu yang sangat kontras. Oleh karenanya, bagi Koming tidak resep khusus yang dapat mengantarkan perempuan sukses di dunia teknologi.

“Semuanya kembali ke personal value yang kita yakini. Jika kita lakukan semuanya dengan baik, pasti hasilnya pun akan baik,” ujarnya merendah. Ada empat nilai yang selalu ia jadikan pedoman: passion, integrity, devotion, dan team work.

Nasihat yang lazim didengungkan orang tua sejak dulu bahwa jangan segan bertanya dan banyak-banyaklah belajar dari sekeliling kita adalah dua hal yang selalu dipraktikkan Koming. “Banyak sekali yang bisa kita petik [dari belajar dengan sekeliling kita], baik yang sifatnya hard skill maupun soft skill,” ujar wanita yang mengawali karirnya sebagai telecommunication engineer ini.

Koming tak menampik bahwa bimbingan seorang mentor atau contoh dari role model dapat membantu mempercepat proses tersebut. Namun tak tertutup kemungkinan, proses tersebut dilalui dengan belajar sendiri. “Ada orang-orang yang memang memiliki talenta untuk bisa menyerap hal-hal positif dari sekelilingnya dan memanfaatkan knowledge tersebut untuk pengembangan dirinya, meski tanpa dedicated mentor,” jelasnya.

Peraih gelar MBA dengan predikat Summa Cum Laude dari Universitas Bina Nusantara, Jakarta ini termasuk yang memiliki talenta itu. Ia merasa beruntung pernah berada di beberapa lingkungan yang sangat mendukungnya untuk belajar banyak, cepat, dan berkualitas. “Terkadang berada di lingkungan yang kurang kondusif pun kita juga bisa belajar, belajar bagaimana mengatasi tantangan maupun belajar what not to do dalam situasi seperti itu,” Koming menambahkan.

Di posisinya saat ini sebagai seorang leader di divisi Teknologi Informasi PT AXA Services Indonesia, Koming tidak melihat banyak perbedaan dalam mengembangkan kemampuan stafnya, baik pria maupun wanita. Lead by examples adalah strategi kepemimpinan yang ia terapkan. “Juga dengan menunjukkan personal value yang selalu saya terapkan secara disiplin,” jelas pehobi yoga ini.

Kala ia turun tangan langsung membantu timnya memecahkan masalah, Koming memakai kesempatan ini untuk melatih timnya—termasuk para staf wanita tentunya—mengambil keputusan strategis dan untuk memberi dorongan pada mereka. “Selebihnya kembali pada proses masing-masing untuk earning trust & respect tadi,” ujarnya.

Seperti para koleganya sesama pemimpin teknologi, Ni Nyoman Trisnasari pasti menghadapi aneka tantangan teknis maupun nonteknis. Namun menurutnya, ia cenderung lebih banyak dihadapkan pada persoalan nonteknis. “Kami diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan para stakeholder dalam waktu singkat, dengan biaya yang dapat diterima secara bisnis. Dan terakhir, yang tak kalah penting, adalah solusi yang kami berikan harus memiliki quality of service yang baik,” paparnya.

Justru di sinilah seninya menjadi pemimpin TI, menurut wanita kelahiran Denpasar, Bali itu. “Semakin kompleks situasi [yang kita hadapi], semakin mampu kita mengeksploitasi ketrampilan manajemen yang kita miliki,” tandasnya. Berperan sebagai change agent, seorang pemimpin TI masa kini harus mampu menangani tugas-tugas di bidangnya (TI) sekaligus dituntut mengelola hal-hal di luar TI secara bersamaan. “Sehingga objective keseluruhan bisa tercapai dengan baik,” ujar Koming.