Situasi ekonomi global dan lokal boleh jadi sedang sulit. Namun atmosfer optimisme tetap terpancar di antara para pemimpin teknologi informasi (TI) di Indonesia. Justru dalam situasi ini mereka lebih memfokuskan diri pada inovasi, konsolidasi sumberdaya yang ada agar roda bisnis bisa terus bergulir.
Hal tersebut terungkap dalam acara CIO Power Breakfast yang digelar majalah InfoKomputer hari Rabu lalu (30/9) di Hotel Mulia, Jakarta. Dalam kesempatan itu, tujuh pemimpin TI dari berbagai sektor bisnis sengaja berkumpul dan mendiskusikan pengaruh kondisi ekonomi Indonesia terhadap rencana investasi teknologi informasi tahun depan.
“Pertanyaan yang sering diajukan kepada saya belakangan ini adalah (penurunan nilai) rupiah akan sampai berapa sih? Apakah akan terus melemah? Kapan menguat? Sejujurnya saya juga tidak tahu jawabannya,” ungkap pengamat ekonomi Indonesia, A. Prasetyantoko dalam kesempatan tersebut.
Gonjang ganjing ekonomi Indonesia, menurut Dekan Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Atmajaya ini, tak lepas dari pengaruh domestik maupun global. Lantas ia menjabarkan empat faktor yang akan memengaruhi perekonomian Indonesia di semester dua 2015 ini, yakni penyesuaian ekonomi Tiongkok; pertumbuhan ekonomi global; persoalan The Feds di AS; dan penyerapan anggaran (government spending) Indonesia.
Menurut pengamatan Prasetyantoko, ketika tiga faktor pertama tidak mendukung, akan sulit bagi perekonomian Indonesia untuk bergerak ke titik yang lebih baik. “Apalagi ketika (kondisi) domestiknya tidak solid,” tandasnya.
Membandingkan dengan krisis-krisis sebelumnya, yakni di tahun 1998 dan 2008, Prasetyantoko menilai Indonesia tidak perlu panik. “Karena cerita di balik krisis saat ini sangat berbeda dengan kejadian 1998,” imbuhnya.
Hanya saja, ia mewanti-wanti pemerintah maupun pebisnis agar lebih waspada karena saat ini daya tahan ekonomi domestik tidak sekokoh saat krisis 2008. Indonesia berpotensi lebih mudah goyah akibat situasi ekonomi global.
“Ibaratnya badan kita memang lebih segar dari sebelumnya tapi daya tahan rendah sementara angin sekarang ini lebih banyak membawa ‘virus’,”Prasetyantoko beranalogi. Mau tak mau, daya tahan ekonomi domestik perlu ditingkatkan, begitu sarannya.
Terapkan Prioritas, Tetap Berinovasi
Dengan dinamika ekonomi yang begitu menantang, dalam jangka pendek, cashflow perusahaan dipastikan Prasetyantoko akan terkena dampaknya. “Dalam jangka menengah, demand pasti akan turun,” katanya. Anggaran perusahaan yang dialokasikan untuk departemen TI kemungkinan akan berkurang. Lantas apa yang akan dilakukan para IT leader Indonesia? Apa jurus-jurus yang ditempuh para pemimpin TI ini?
Menurut Stefanus Mulianto, IT Director PT Hero Supermaket Tbk., perusahaannya menerapkan priority spending. “Sebagai perusahaan retail, kami tentu memprioritaskan kebutuhan consumer, sehingga kepuasan dan kebutuhan consumer harus dikedepankan. Dan investasi untuk kebutuhan tersebut tidak boleh ditunda,” jelas Stefanus.
Beruntung, khusus di Indonesia, sistem dan infrastruktur TI Hero dan brand-brand Dairy Farm yang dikelola Hero telah dikonsolidasikan. “Dengan begitu, kami bisa menekan TCO dan biaya pemeliharaan,” imbuh Stefanus yang memperoleh alokasi anggaran TI lebih tinggi 10% dari prediksi anggaran 2015.
Perusahaan asuransi Allianz juga termasuk yang meningkatkan alokasi anggaran untuk kebutuhan TI. “Budget TI meningkat sekitar 28% dari tahun lalu,” ungkap Jeny Mustopha. Hal ini, menurut Jeny, tak lepas dari kondisi teknologi informasi di sektor asuransi yang tergolong agak tertinggal dibanding sektor keuangan lainnya.
“Sementara itu bagi perusahaan asuransi global, Indonesia adalah salah satu pasar yang ingin mereka masuki. Penetrasi pasarnya masih rendah, dan pertumbuhan bisnisnya masih di angka 20%. Perusahaan asuransi harus berinvestasi di TI dan mengedukasi pasar untuk mencapai ini,” jelasnya lagi. Menurut Jeny, porsi investasi TI sebagian besar akan digunakan Allianz untuk digitalisasi.
Saat bisnis sedang slowing down, Dodi Soewandi (Chief Information Officer, Suzuki Finance Indonesia) justru bisa mengakselerasi implementasi TI. “Otomatisasi sudah 90% selesai dan awal tahun depan kami berharap bisa lari kencang,” ujar Dodi.
Sementara untuk urusan budget, Dodi tidak terlalu khawatir karena spending anggaran TI memang cenderung sudah menurun tahun ini dan tahun depan. Penyegaran sistem dan infrastruktur sudah dimulai dua tahun lalu. Proses pengalihan capex ke opex pun sudah berjalan. Bahkan tahun depan ia akan merealisasi investasi mobility agar setiap proses bisnis dapat ditelusuri dan dijalankan dengan lebih efisien.
Jurus prioritas rupanya juga dikerahkan oleh Djoko Bunadi (GM, Information Technology, Gajah Tunggal). Diakui Djoko, anggaran yang dikucurkan perusahaan untuk departemennya di tahun depan tidak akan bertambah. Beruntung urusan sistem dan infrastruktur back office sudah hampir selesai.
Saat ini prioritas ia berikan untuk manufacturing execution system. “ERP sudah kami koneksikan dengan mesin-mesin di production floor. Area inilah yang tidak boleh distop investasinya,” jelas Djoko. Anggaran TI banyak diserap untuk urusan riset dan pengembangan. Misalnya untuk testing atau simulasi produk ban, Gajah Tunggal sudah mulai memanfaatkan software agar pemakaian material maupun kesalahan dapat diminimalisasi.
Bank, sektor yang intensif dalam memanfaatkan teknologi, juga ikut terpengaruh situasi ekonomi saat ini. “Anggaran TI di Bank Andara tahun ini 50% lebih rendah daripada budget tahun lalu. Bahkan tahun depan, saya akan turunkan lagi 20% dari anggaran yang sekarang,” ungkap Irianto (Technology & Operations Director, Bank Andara).
Irianto berani mengambil langkah demikian karena investasi besar-besaran sudah ia lakukan tiga tahun lalu. Dan investasi yang ada saat ini akan lebih banyak ia alokasikan untuk kebutuhan pengembangan sumber daya manusia. “Karena bank adalah services yang memanfaatkan teknologi dan sekarang sedang menuju ke era baru, era digital banking,” cerita Irianto.
Sebagai retailer yang tergolong baru, Savemax sangat mengandalkan teknologi. “Retailer besar punya bargaining power yang lebih besar (dengan supplier) sehingga kami harus memanfaatkan teknologi untuk bisa berkompetisi dengan mereka,” cetus Joanito Iwan Tamsil.
Joanito Iwan bercerita bagaimana otomatisasi, integrasi, dan pemanfaatan teknologi cloud membantu perusahaan menekan biaya operasional dan pemeliharaan TI. “Tetapi produktivitas meningkat dan perusahaan bisa lebih agile,” tandasnya.
Joanito Iwan Tamsil enggan mengurangi anggaran total TI karena toh suatu saat harus ada yang dibeli atau di-upgrade. “Asal ada manfaatnya bagi bisnis.,” ujarnya.
Pertumbuhan tinggi pada perekonomian Indonesia mungkin belum bisa diharapkan saat ini. Namun inilah momentum bagi negeri ini untuk mengkonsolidasikan diri, meningkatkan kualitas dan daya tahan ekonomi.
“Dalam skala mikro, mungkin ini saatnya kita berpikir alternatif,” saran Prasetyantoko. Menurutnya, inilah saatnya para pemimpin TI menoleh ke pelaku bisnis TI lokal yang menawarkan biaya relatif lebih murah. “Tetapi kontribusinya cukup signifikan jika dilihat dari konteks nasionalisme dan kebangsaan,” Prasetyantoko menambahkan.
Tak berinovasi dengan TI dalam kondisi ekonomi sekarang rasanya seperti bunuh diri. Berkurangnya anggaran tidak menjadi masalah karena para IT leader selalu memiliki jurus untuk mensiasati, mulai dari optimalisasi sumber daya yang ada hingga menyusun prioritas; termasuk memanfaatakan aneka teknologi terkini yang mendorong efisiensi bahkan inovasi.
0 komentar: