STUART BIRRELL: DATA ADALAH MODAL KOMPETITIF MCLAREN DI FORMULA 1

“Untuk setiap mobil balap, kami menghasilkan data [telemetri] dalam jumlah gigabyte setiap akhir pekan. Kami harus menganalisisnya secara real-time untuk menghasilkan keputusan,” ucap Birrell seperti dikuti dari itworld.com. Ia menyebutkan, tiap mobil F1 memiliki sekitar 160 sensor yang mengeluarkan bermacam data, mulai dari pergerakan suspensi sampai semua yang terjadi di mesin.
Stuart Birrell (Chief Information Officer, McLaren Group Ltd.)
Pemahaman terhadap pentingnya peran teknologi di dalam dunia balap modern dimengerti betul oleh Stuart Birrell (CIO, McLaren Group Ltd.). Berbekal pengalaman di dunia TI selama belasan tahun, ia mengakui bahwa teknologi informasi, khususnya pemanfaatan data, sangat penting untuk sebuah tim balap F1.

“Untuk setiap mobil balap, kami menghasilkan data [telemetri] dalam jumlah gigabyte setiap akhir pekan. Kami harus menganalisisnya secara real-time untuk menghasilkan keputusan,” ucap Birrell seperti dikuti dari itworld.com. Ia menyebutkan, tiap mobil F1 memiliki sekitar 160 sensor yang mengeluarkan bermacam data, mulai dari pergerakan suspensi sampai semua yang terjadi di mesin.

Analisis data yang dilakukan tim McLaren bahkan bisa digunakan untuk memprediksi hasil akhir sebuah balapan. Selama sebuah balapan berlangsung, seluruh data dikirimkan secara real-time dari mobil ke garasi tim di sirkuit, lalu diteruskan ke kantor pusat di Woking, Inggris. Data-data itu diproses menjadi ribuan simulasi per menit. “Oleh karena itu, di akhir putaran (lap) pertama atau kedua, biasanya kami sudah bisa melihat 90% probabilitas hasil akhir balapan tersebut,” kata pria lulusan University of Warwick itu.

Pengolahan data oleh McLaren bukan hanya dilakukan ketika balapan sedang berlangsung, melainkan juga semasa tahap persiapan. Misalnya saat latihan pramusim dan uji sirkuit. Disebut sebagai uji retrospektif, McLaren memanfaatkan data historis yang berkaitan dengan sebuah sirkuit untuk memaksimalkan persiapan sebelum mobil turun ke track.

Birrell mencontohkan, sirkuit Monako tidak mengalami perubahan berarti selama tiga puluh tahun. Walhasil, McLaren dapat mempelajari terlebih dahulu gudang data selama puluhan tahun. Misalnya, dengan melihat rekam jejak balapan-balapan sebelumnya, pembalap bisa mengetahui apa yang harus ia lakukan agar mampu melalui sebuah tikungan tajam dengan sempurna.

Pergulatan dengan data yang jumlahnya sangat besar dan dalam frekuensi yang begitu intens membuat McLaren memerlukan solusi big data analytics yang memadai. Untuk itu, mulai awal 2012, mereka mengandalkan platform SAP HANA yang menggunakan in-memory software untuk menganalisis big data secara real-time. Sebuah request yang sebelumnya menghabiskan waktu lima jam, kini bisa dituntaskan hanya dalam satu detik.

“SAP HANA membantu proses otomatisasi pengambilan keputusan. Dengan demikian, kami bisa mengurangi jumlah ilmuwan PhD yang sebelumnya bertugas menganalisis data tersebut,” tukas Birrell.
“Tren big data seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, rawan dianggap sebagai hype sesaat. Di sisi lain, pembicaraan tentang big data berguna memberi edukasi kepada publik; membuka mata CEO dan CFO mengenai apa saja yang bisa teknologi bantu dalam memanfaatkan data untuk kelangsungan bisnis,” papar pria yang pernah menjabat selaku CIO Gatwick Airport, London.
Para pembalap McLaren di ajang Grand Prix Formula 1 musim 2014.
Akan tetapi, Birrell mewanti-wanti para eksekutif TI untuk tidak begitu saja memercayai kata-kata manis dari penyedia solusi big data. Ia memandang, masih banyak vendor yang menawarkan solusi tanpa menjelaskan secara rinci tentang bagaimana cara mengambil wawasan (insight) dan keputusan bisnis berarti dari data itu. Akhirnya, big data menjadi sekadar marketing gimmick dan hype yang hanya dipandang sinis oleh pelaku bisnis.

“Tren big data seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, rawan dianggap sebagai hype sesaat. Di sisi lain, pembicaraan tentang big data berguna memberi edukasi kepada publik; membuka mata CEO dan CFO mengenai apa saja yang bisa teknologi bantu dalam memanfaatkan data untuk kelangsungan bisnis,” papar pria yang pernah menjabat selaku CIO Gatwick Airport, London.

Berbagi Informasi dengan Aman

Implementasi TI yang dilakukan Birrell di McLaren tak cuma yang berhubungan data. Di tahun lalu, ia menerapkan solusi komunikasi enterprise dari Intralinks yang memungkinkan seluruh karyawan McLaren untuk berbagi informasi perusahaan secara mudah dan aman. Solusi ini meliputi Intralinks VIA untuk mempermudah kolaborasi di skala enterprise dan Intralinks Dealspace untuk melindungi transaksi keuangan.

“Di seluruh bagian dari McLaren Group, kami dituntut untuk terus menciptakan inovasi atas dasar kolaborasi dan penggunaan properti intelektual yang kami punya dan harus tetap terlindungi,” ujar salah satu dari 100 Top CIO versi CIO.co.uk ini. “Intralinks VIA memungkinkan kami berbagi informasi dengan para mitra, pemasok, dan staf pendukung lainnya, yang berkaitan dengan desain, manufaktur, dan juga sirkuit balapan.”

Sebagai informasi, McLaren adalah pemasok sistem kendali mesin (engine control system) untuk seluruh tim balap F1 dan sejumlah tim balap NASCAR dan Indy Car. Artinya, mereka memegang rahasia dari pihak-pihak yang sebetulnya juga menjadi kompetitor mereka di F1. Tapi, McLaren dituntut untuk tidak menyalahgunakan informasi rahasia itu untuk kepentingan mereka maupun menjaga agar informasi ini tidak jatuh ke tangan orang lain yang tidak berkepentingan.

Dengan keamanan tingkat tinggi yang dimilikinya, Intralinks VIA dipercaya oleh McLaren sebagai platform untuk mengirimkan update software sistem kendali mesin yang terkustomisasi kepada seluruh tim balap F1. VIA juga dipakai ketika balapan sedang berlangsung untuk pertukaran data dari mobil, garasi sirkuit, dan kantor pusat–seperti yang telah dijabarkan di awal artikel.

Saat Birrell bergabung di McLaren pada tahun 2011, banyak pertukaran informasi oleh para peneliti dilakukan melalui Dropbox. Bayangkan betapa rentannya keamanan data tersebut. “Mereka (para peneliti) sangat mencintai Dropbox. Masalahnya, bagaimana merayu mereka agar mau pindah ke lingkungan berbagi yang lebih aman dan mudah dikelola?” kata Birrell kepada Computer Weekly.

Saat ini, baru 20 – 30 orang dari 800 peneliti McLaren yang menggunakan VIA. Di masa depan, mengubah budaya lama dan memperkenalkan solusi-solusi baru ini kepada seluruh karyawan McLaren yang berjumlah sekitar 2.500 orang adalah tantangan tersendiri yang harus diselesaikan Birrell.