INDRA JAYA: TRANSFORMASI TI MENJADI DIVISI STRATEGIS

Jika ditotal, ada hampir sepuluh anak perusahaan di bawah payung Dima Group, termasuk yang bergerak di bidang pabrik, marketing, distribusi, impor, dan retail. Inilah tantangan bagi Indra Jaya untuk melakukan konsolidasi sistem dari perusahaan-perusahaan ini. Tujuannya supaya menghasilkan informasi yang akurat, cepat, dan bermanfaat bagi manajemen.
Indra Jaya (Corporate IT Manager, PT Dima Indonesia)
PT Dima Indonesia merupakan bagian dari Dima Group, kelompok usaha yang mengimpor, mendistribusikan, dan memasarkan minuman Guinness, Johnnie Walker, Smirnoff Ice, Gilbey’s, Wines, Pokka, dan Julie’s. Selain itu, mereka juga memiliki pabrik yang memproduksi minuman beralkohol secara lokal.

Jika ditotal, ada hampir sepuluh anak perusahaan di bawah payung Dima Group, termasuk yang bergerak di bidang pabrik, marketing, distribusi, impor, dan retail. Inilah tantangan bagi Indra Jaya untuk melakukan konsolidasi sistem dari perusahaan-perusahaan ini. Tujuannya supaya menghasilkan informasi yang akurat, cepat, dan bermanfaat bagi manajemen.

“Perusahaan ini sedang tumbuh, mempunyai budget yang cukup untuk melakukan investasi TI, dan saya diberi kepercayaan untuk membangun TI di sini. Jadi, saya merasa senang karena dengan demikian, banyak teknologi masa kini yang bisa saya manfaatkan untuk membantu perusahaan,” ungkap Indra di kantornya di bilangan Pluit, Jakarta Utara.

Ketika bergabung di tahun 2009, Indra melihat bahwa fungsi TI di Dima hanya sebatas technical support. Perlahan-lahan, ia mengubah divisi TI menjadi salah satu divisi yang diperhitungkan di Dima karena peran pentingnya terhadap kelangsungan bisnis. Jumlah staf TI bertambah dari 4 orang menjadi 26 orang.

“Saya suka di perusahaan ini [karena] orang-orangnya open minded. Manajemen mulai melihat secara keseluruhan, perusahaan spend budget untuk promosi dan aktivasi, tapi apa impact-nya terhadap sales? Perusahaan punya pabrik, marketing, dan distributor. Semuanya perlu dibuat inline, dipikirkan supply chain-nya,” kata pria lulusan Universitas Bina Nusantara ini

Langkah pertama yang Indra ambil adalah membangun sistem TI di tiap-tiap perusahaan dan membuatnya online. Proses ini lamanya bervariasi, kurang dari satu tahun sampai yang paling lama, tiga tahun. Implementasi di distributor paling sulit karena sistemnya cukup kompleks. Ada bermacam-macam jenis pelanggan dan perbedaan regulasi di daerah yang harus diakomodasi dan dipatuhi.

Untuk membuat sistem dan aplikasi, Indra memilih untuk bekerjasama dengan konsultan dan pihak ketiga. Hal ini dilakukan agar divisi TI di Dima tidak bergantung pada individual. “Saya tidak mau kalau suatu hari harus hand over ke orang lain, divisi TI nanti kerepotan karena ditinggalkan timnya,” imbuh ayah dari dua anak ini.

Setelah seluruh sistem di tiap perusahaan berjalan, langkah berikutnya adalah melakukan konsolidasi sistem secara online. Misalnya dengan bantuan aplikasi CRM (Customer Relationship Management), manajemen bisa dengan cepat mengetahui promosi yang dilakukan kompetitor di suatu daerah, lalu meresponsnya saat itu juga.

Aplikasi CRM juga memungkinkan perusahaan untuk mengetahui perkembangan approach kepada calon pelanggan. Dari sini bisa diukur sejauh mana keberhasilan approach sampai menjadi sales dan ada masalah di mana saja. Perusahaan juga dapat memperoleh profiling pelanggan sehingga bisa melakukan pendekatan yang lebih personal. “Kami memakai Microsoft Dynamics CRM yang memang disediakan untuk di-custom sesuai kebutuhan,” ujar Indra.
Proyek lainnya yang sedang digarap adalah online mobile device. Indra melihat bahwa tingkat kunjungan salesman adalah faktor penting dalam keberhasilan penjualan. Oleh karena itu, ia akan melengkapi salesman dengan mobile device yang secara periodik mengirim sinyal lokasi ke head office. Ini dilakukan untuk mendeteksi bahwa salesman benar-benar berkunjung ke pelanggan. “Kalau pakai barcode, masih bisa dipalsukan. Mau pakai RFID, tapi perangkatnya masih mahal,” ia menyebutkan. Melalui metode ini, ia berharap tingkat effective call (rasio kunjungan yang menghasilkan order) meningkat sampai 80 – 90%.
“Setiap implementasi TI harus bisa memberi benefit ke perusahaan”
Saat ini, Indra sedang menyelesaikan proyek business intelligence (BI) yang bisa menggabungkan data dari banyak sumber untuk dilaporkan hasilnya kepada manajemen. Dua tahun lalu, sebetulnya Indra sudah pernah merancang proyek serupa. Tapi, waktu itu manajemen masih lebih suka melihat data dalam bentuk kolom dan baris, bukan berupa grafik visual. “Waktu itu saya masih bisa kompromi, saya buatkan yang mereka minta. Tapi, sekarang semua business decision harus berbasis data,” kata pria yang hobi menggambar ini.

Proyek lainnya yang sedang digarap adalah online mobile device. Indra melihat bahwa tingkat kunjungan salesman adalah faktor penting dalam keberhasilan penjualan. Oleh karena itu, ia akan melengkapi salesman dengan mobile device yang secara periodik mengirim sinyal lokasi ke head office. Ini dilakukan untuk mendeteksi bahwa salesman benar-benar berkunjung ke pelanggan. “Kalau pakai barcode, masih bisa dipalsukan. Mau pakai RFID, tapi perangkatnya masih mahal,” ia menyebutkan. Melalui metode ini, ia berharap tingkat effective call (rasio kunjungan yang menghasilkan order) meningkat sampai 80 – 90%.

Menyimak seluruh implementasi TI di Dima Group, jelas terlihat bahwa Indra dan timnya berusaha keras agar perusahaan bisa merasakan manfaat sebesar-besarnya dari TI. Ini sesuai dengan visi Indra menjadikan TI sebagai divisi strategis yang dapat membantu proses analisis, efisiensi, dan pengambilan keputusan.

“Saya punya background sebelas tahun sebagai konsultan ERP yang biasa memberi solusi. Itu yang saya bawa ke sini. Setiap implementasi TI harus bisa memberi benefit ke perusahaan. Kalau tidak begitu, agak sulit bagi perusahaan memberi dana untuk TI, lebih baik untuk promosi,” pungkas Indra.