Foto: Alphons Mardjono |
Salah satu tantangan yang sering dihadapi para pemimpin TI adalah menciptakan keselarasan antara pengembangan TI dan kebutuhan bisnis. Terlebih lagi pada perusahaan yang memandang TI tidak hanya sebatas fungsi technical support, tetapi juga bagian penting dalam kelangsungan bisnis.
Tantangan inilah yang dihadapi oleh Abdul Karim dalam menjalankan perannya sebagai Head of IT and Business Operation di Lee Cooper Indonesia. Ketika pertama kali masuk perusahaan ini pada tahun 2010, ia langsung dihadapkan pada proyek berskala besar dengan nama “Leap Project”.
“Di tahun 2010 itu, saya [dan tim] diberi tugas untuk mengevaluasi sekitar dua ratus proses bisnis di Lee Cooper Indonesia. Setelah itu, manajemen setuju untuk melaksanakan Leap Project guna membuat seluruh proses itu menjadi lebih efisien. Manfaatnya tidak hanya untuk internal, tapi juga bisa dirasakan customer,” kenang Karim.
Dengan pengalaman hampir delapan belas tahun menangani TI di berbagai perusahaan, tanggung jawab ini diemban Karim dengan baik. Ia melakukan upgrade terhadap WMS (Warehouse Management System) yang sudah dipakai di distribution center Lee Cooper Indonesia sejak tahun 2003. Lalu, ia mengimplementasi ERP (Enterprise Resource Planning), Enterprise PoS (Point of Sales) System, serta menerapkan jaringan yang menghubungkan 110 toko di seluruh Indonesia dan kantor pusat.
“Manajemen juga menuntut TI bisa drive inovasi terhadap proses bisnis karena hanya dengan berinovasi, kami bisa survive. Sehingga kami memulai upaya untuk menuju platform ketiga,” kata Karim. Platform ketiga yang ia maksud adalah empat teknologi yang disebut oleh lembaga riset IDC, yaitu cloud, mobile, big data, dan social media.
Pemanfaatan cloud di Lee Cooper Indonesia diinisiasi dengan fungsinya sebagai media kolaborasi. Sebagian besar rapat koordinasi antara supervisor dan pegawai toko telah dilakukan lewat teleconference ataupun Google Talk. Manajemen juga menyimpan data untuk bahan kolaborasi dan e-learning di layanan cloud. Sistem online shopping yang sudah mulai diaktifkan pun menggunakan cloud.
Untuk ranah mobile, manajemen membekali para salesman dengan komputer tablet untuk memasarkan produk-produk Lee Cooper ke mitra bisnis seperti department store. Salesman dapat menunjukkan koleksi produk terbaru, stok yang ada, daftar harga, dan melakukan pemesanan, tanpa harus melakukan pencatatan manual lagi.
Sementara itu, big data analytics di perusahaan ini bisa membantu manajemen untuk membuat keputusan bisnis atas dasar tren penjualan, kesuksesan program promosi, dan sebagainya. Proses pengumpulan data yang telah terkomputerisasi berguna untuk meningkatkan kualitas data sekaligus meminimalkan duplikasi dan kesalahan manual.
“Dulu, kami harus menyeleksi data yang mau dipakai untuk membuat keputusan. Sekarang, kami bisa ambil semua data” |
“Dulu, kami harus menyeleksi data yang mau dipakai untuk membuat keputusan. Sekarang, kami bisa ambil semua data, termasuk data tidak terstruktur seperti video CCTV, log pelanggan di web, dan aktivitas di media sosial. Semua dimasukkan ke data warehouse untuk kemudian dianalisis,” jelas penggemar klub sepakbola Chelsea ini.
Karim juga mengapresiasi jajaran manajemen yang terlihat makin peduli terhadap kecepatan dan ketepatan pengumpulan data. Di perusahaan ini, toko harus selalu mengirim data penjualan setiap hari ke server di head office. Data ini bisa dijabarkan secara detail sampai jenis item yang dibeli, ukuran, jumlah transaksi, sampai toko tempat transaksi terjadi. “Kalau ada toko yang telat mengirim data, manajemen akan langsung menelepon dan mengingatkan. Soalnya, mereka kini bergantung pada data untuk mengambil keputusan,” tukasnya.
Memandang dari Dua Sisi
Karim merasa beruntung karena top management Lee Cooper Indonesia termasuk orang-orang yang selalu ingin berinovasi dan mau melihat peluang bisnis dalam pengembangan TI. Tapi, ini pula yang menuntut Karim mesti bisa meyakinkan mereka bahwa setiap implementasi akan bermanfaat bagi perusahaan.
“Waktu mau implementasi platform ketiga, di sisi bisnis terlihat banyak opportunity. Manajemen bisa engage dengan customer lewat media sosial, simpan data di cloud dan mengurangi pemakaian e-mail, lalu menggunakan data analytics,” ujar ayah dari satu putri ini. “Padahal, di sisi TI, banyak hal yang harus dipikirkan untuk implementasi ini, mulai dari security, controlling, sampai governance-nya. Tapi, kedua sisi ini harus tetap bisa berkolaborasi,” sambungnya.
Pemahaman seperti inilah yang menurut Karim belum dimiliki oleh banyak karyawan TI. Umumnya mereka cuma mau memandang dari sudut pandang teknis. Ia pun dahulu memiliki karakter seperti itu saat baru lulus S1 dari Teknik Informatika ITB. Tapi, setelah lulus program S2 Manajemen, ia bisa melihat sudut pandang lain dari sisi bisnis.
Oleh karena itu, pria berdarah Makassar ini sekarang rajin menjadi pembicara di berbagai konferensi TI di tingkat lokal maupun internasional. Ia ingin berbagi pengalaman yang telah dijalani selama belasan tahun sambil menimba wawasan baru dari orang lain. Bagi Karim, inilah caranya untuk belajar, beradaptasi, dan bertahan di tengah dunia TI yang cepat berubah
0 komentar: