ONGKI KURNIAWAN: STRATEGI INVESTASI DI JALUR CEPAT TELEKOMUNIKASI

Tak terlalu sulit bagi penyabet gelar The Most Innovative CIO di ajang iCIO Award 2014 ini untuk menjalani peran tech leader seperti di atas. Karena meski meraih gelar sarjana elektro dari ITB, Ongki Kurniawan menghabiskan 12 tahun karir profesionalnya di bisnis perbankan dan consulting.
Ongki Kurniawan, Director/Chief Service Management Officer (CTO/CIO) at PT. XL Axiata Tbk. Foto: Teddy Yunantha
“Deliver customer experience at the lowest cost possible”. Terdengar lugas untuk sebuah misi, tetapi sesungguhnya abstrak di tahap realisasi. Bagaimana Ongki Kurniawan menyiasati ini?

Sebagai Chief Information Officer sekaligus Chief Technology Officer PT XL Axiata Tbk, Ongki Kurniawan pastilah memiliki tugas yang kompleks. Namun dengan misi yang digariskan perusahaan tersebut, praktis ia hanya menimbang dua hal: menurunkan biaya (cost) tanpa mengganggu experience pelanggan atau berinvestasi agar pelanggan menikmati layanan yang jauh lebih bagus.

Untuk itu, Ongki harus membuat keputusan investasi teknologi yang tepat. Investasi teknologi informasi bersifat jangka panjang. Oleh karena itu, menurutnya, pengambilan keputusan investasi ini tak boleh lepas dari pemahaman strategi bisnis perusahaan. “Karena kalau salah investasi, uang tidak kembali, dan kita bisa dimarahi stakeholder,” cetus pria asal Padang ini.

Salah investasi juga berujung pada infrastrukur dan sistem teknologi informasi yang tidak agile (lincah), tidak mampu mengadopsi kebutuhan bisnis. “Dan yang paling menjadi problem adalah inefisiensi. Banyak biaya yang keluar tapi tidak bisa support strategi perusahaan,” cetus MBA lulusan Haas School of Business, University of California, Berkeley, AS ini

Selain harus mendatangkan nilai bisnis bagi perusahaan dan kembali modal dalam waktu tidak terlalu lama, investasi teknologi itu harus dilakukan di tengah kondisi strategi perusahaan dapat berubah cepat dalam waktu singkat. Nah, di sinilah tantangan terbesarnya.

“Bayangkan, strategi di bisnis telekomunikasi setiap enam bulan berubah!” cetus Ongki tanpa bermaksud mengeluh. Ia sangat menyadari bahwa kompetisi bisnis telco memang kian ‘bengis’. Kompetitor XL Axiata tidak saja datang dari perusahaan sejenis, tetapi juga dari perusahaan over-the-top content (OTT), semisal Google dan Facebook.

Untuk ketepatan keputusan investasi, rumusnya sederhana. Menurut Ongki, dirinya harus selalu erat bekerja sama dengan para business owner. Sebagai technology leader ia harus memahami perubahan yang terjadi di pasar dan menawarkan teknologi serta kapabilitas yang dimiliki divisinya kepada business owner untuk meningkatkan customer experience.

Di samping itu, Ongki Kurniawan juga mengingatkan pentingnya seorang tech leader memiliki pandangan dan kemampuan menciptakan nilai (creating value) bagi perusahaan. “Tanpa itu, seorang tech leader bisa-bisa hanya men-deliver customer experience tanpa memikirkan cost, atau sebaliknya, menekan cost tanpa memerhatikan customer experience,”tandasnya.

Tak terlalu sulit bagi penyabet gelar The Most Innovative CIO di ajang iCIO Award 2014 ini untuk menjalani peran tech leader seperti di atas. Karena meski meraih gelar sarjana elektro dari ITB, Ongki Kurniawan menghabiskan 12 tahun karir profesionalnya di bisnis perbankan dan consulting.

“Kalau saya lihat sih, ujung-ujungnya belajar 4 tahun di Bandung, yang saya peroleh bukan hanya pelajaran elektro, tapi kompetisi dengan orang-orang yang bagus sehingga saya juga ikut terangkat ke atas. Saya jadi lebih kompetitif dan terbuka,” papar penyuka traveling yang telah menjelajahi 48 negara bagian di AS, bersama sang istri, Fitri Purnama Sari dan kedua anaknya.

Dan ketika harus berpindah ke divisi yang erat bersinggungan dengan teknologi, yang praktis tak pernah ia tekuni secara mendalam, Ongki mempunyai kiat sederhana. “Just ask the right question,” ujarnya seraya tersenyum. Saat orang teknik tenggelam dalam keseharian mereka sehingga tak sempat melihat gambaran besarnya, Ongki Kurniawan justru melihat hal-hal teknis bisa dioptimalisasi dari kacamata bisnis.

Di saat 4G mulai ramai digadang-gadang di negeri ini, tech leader yang ingin membangun TI yang agile/lincah dalam konteks business support maupun infrastruktur ini sepertinya sudah mempunyai the right question untuk menggelar 4G LTE. “Karena saya tidak mau LTE keluar sebagai 4G on steroid. Harus ada sesuatu yang dimungkinkan karena adanya LTE dan pelanggan bersedia membayar untuk (experience) itu,” pungkas Ongki Kurniawan.