EMPAT PRIORITAS TI HADAPI ERA INTERNET OF THINGS

Seorang analyst Frost & Sullivan, Andrew Milroy, memprediksi bahwa jumlah data yang dihasilkan oleh mesin, atau “things”, tahun ini akan jauh lebih besar daripada data yang manusia ciptakan. Prediksi ini mengerucut sebuah terminologi yang belakangan ini mulai banyak dibicarakan: Internet of Things.
Lima puluh miliar perangkat di seluruh dunia akan saling terkoneksi, dan para eksekutif memilih sikap tak peduli?

Seorang analyst Frost & Sullivan, Andrew Milroy, memprediksi bahwa jumlah data yang dihasilkan oleh mesin, atau “things”, tahun ini akan jauh lebih besar daripada data yang manusia ciptakan. Prediksi ini mengerucut sebuah terminologi yang belakangan ini mulai banyak dibicarakan: Internet of Things.

Selain perangkat multimedia, seperti komputer, perangkat elektronik, smartphone, dan peralatan komunikasi lainnya, akan ada jenis perangkat lain yang juga akan terkoneksi ke internet. Nah kelompok ini dimasukkan kategori “things”, misalnya thermostat, sistem penerangan (lighting), kunci pintu, perangkat kantor, perlengkapan (appliances), alat monitoring kesehatan, sensor medis dan fitness, peralatan pertanian, mesin di pabrik dan gudang, dan sebagainya. Gampangnya, menurut definisi Cisco, apapun yang memiliki tombol on/off akan dimasukkan dalam kategori “things” atau “everything” itu.

Vendor jaringan ini percaya bahwa nantinya semua akan terkoneksi ke internet. Bahkan saat ini, jumlah benda yang terkoneksi ke internet sudah melebihi populasi penduduk bumi. Menurut Chief Futurist Cisco, Dave Evans, tak lama lagi semua benda yang dulu hanya diam, akan bersuara.

Namun tren ini ternyata ditanggapi dingin oleh lebih dari 50% responden dalam Forrsights Networks & Telecommunications Survey yang digelar oleh Forrester & Sullivan. Lebih dari separuh responden yang berupa perusahaan di Kanada, Amerika, Inggris, Perancis, dan Jerman itu menyatakan tidak tertarik dan atau belum ada rencana untuk mengimplementasikan sistem machine-to-machine (M2M) atau kemampuan Internet of Things (IoT). Hanya 8% responden saja yang mengaku sudah memiliki sistem M2M atau IoT.

Forrester menguak beberapa alasan mengapa sebagian besar responden menyambut dingin tren IoT: sekuriti (37%); biaya (32%); kematangan teknologi (25%); dan sisanya adalah tantangan integrasi, resiko migrasi dan atau instalasi, serta isu regulasi.

Meski belum banyak yang tertarik, Forrester memberikan gambaran 4 prioritas IoT bagi para pemimpin TI. Pertama, para CIO sebaiknya mengaitkan teknologi IoT dengan bisnis. Misalnya dalam memanfaatkan aplikasi context-aware atau location-based, para pemimpin TI harus menarik garis tegas antara hal-hal yang mungkin dalam perspektif teknologi dan hal-hal yang bermakna bagi bisnis.

Aktivitas Internet of Things dalam beberapa tahun ke depan akan banyak didorong oleh jaringan sensor murah, cloud computing, advanced data analytics dan mobility. Sementara peluang pendapatan terbesar dalam ekosistem IoT ada di bidang transportasi dan logistik.

Kedua adalah CIO sebaiknya bermitra dengan para pemimpin bisnis di perusahaan untuk memastikan keselarasan inisiatif IoT dengan gerak organisasi dan SDM. Ketiga, para IT leader harus mengatasi isu-isu keamanan dan privasi data. Dan terakhir, para CIO harus mengevaluasi dan memperdalam kemampuan stafnya dalam bidang perangkat lunak.

Sistem IoT jarang yang berupa proyek turnkey. Perusahaan harus membangun arsitekturnya, melakukan intergrasi, dan kemampuan pengembangan yang lincah. Implementasi sistem IoT membutuhkan kerjasama yang erat antara tim teknologi dan bisnis, mengikutsertakan para ahli analtyics, serta tim operasional, pengelola fasilitas, dan pengembangan produk. Para analis Forrester & Sullivan juga mengingatkan keinginan perusahaan adalah memanfaatkan Internet of Things, alih-alih malah jadi Internet of Silos.