JOANITO IWAN TAMSIL: SIAPKAN TI UNTUK HADAPI HIPERKOMPETISI

Sebagai salah satu industri yang paling kompetitif saat ini, bisnis ritel juga tak lepas dari fenomena hyper competition. Toko grosir modern bernama SaveMax yang dioperasikan oleh PT Emporium Indonesia harus menghadapi kompetisi yang cukup sengit, baik dengan sesama peritel modern, maupun pasar tradisional. Pasalnya, 70 sampai 80% produk yang dijual di pasar-pasar tersebut bersumber dari supplier (pemasok) yang sama. Akibatnya, perang harga, diskon, dan jor-joran promosi pun tak terhindarkan.
Joanito Iwan Tamsil, IST Director, PT Emporium Indonesia. Foto: Alphons Mardjono
Menghadapi hyper competition, tugas departemen teknologi informasi tak berhenti pada menyelaraskan teknologi dan bisnis. Departemen TI harus menjadi competitive advantage bagi bisnis.

Sebagai salah satu industri yang paling kompetitif saat ini, bisnis ritel juga tak lepas dari fenomena hyper competition. Toko grosir modern bernama SaveMax yang dioperasikan oleh PT Emporium Indonesia harus menghadapi kompetisi yang cukup sengit, baik dengan sesama peritel modern, maupun pasar tradisional. Pasalnya, 70 sampai 80% produk yang dijual di pasar-pasar tersebut bersumber dari supplier (pemasok) yang sama. Akibatnya, perang harga, diskon, dan jor-joran promosi pun tak terhindarkan.

Ketika hampir semua peritel menggadang-gadang tagline Everyday Low Price, apa gerangan yang harus dilakukan? “Efisiensi atau lean management adalah sesuatu yang krusial di bisnis ritel,” jawab Joanito Iwan Tamsil, IST Director, PT Emporium Indonesia. Di titik inilah TI berperan dengan menggagas dan mengimplementasikan inisiatif baru dan inovatif sehingga perusahaan dapat beroperasi secara (lebih) efisien, dan pada akhirnya menciptakan keunggulan kompetitif bagi bisnis.

Salah contoh inovasi berbasis teknologi yang dilakukan SaveMax untuk mengefisienkan proses bisnis adalah mengotomatiskan dan mendigitalisasi proses tukar faktur. Berkat inovasi ini, toko grosir moderm yang berlokasi di Serpong, Tangerang itu sama sekali tidak memiliki loket tukar faktur dan menempatkan petugas di sana. Tidak saja efisien di sisi biaya, tempat dan waktu, proses yang dilakukan via portal B2B ini pun memudahkan para supplier melakukan invoicing.

“Di tempat saya bekerja sebelumnya, kami sampai harus membuka lebih dari 5 loket dengan (jumlah) total karyawan di cost control department (bagian yang menangani proses tukar faktur, red.) mencapai lebih dari 30 orang,” cerita profesional teknologi yang ingin mewujudkan operational excellence di SaveMax itu.

Agar tak henti berinovasi, menurut Iwan Tamsil, departemen TI harus diberi ruang yang cukup untuk melakukan inisiatif-inisiatif baru. “Dan tidak tenggelam dalam kesibukan mengelola IT operation, dan ini umumnya menjadi problem klasik di banyak perusahaan,” saran Iwan.

Oleh karenanya, pria yang mengawali karir TI-nya sebagai freelance consultant and developer customized business application ini tidak ingin timnya sebatas menjadi penyedia aplikasi dan infrastruktur. “[Staf] TI harus memiliki ketrampilan kolaboratif untuk membangun hubungan dengan area (bidang) yang berbeda. [Orang] TI harus memiliki panoramic view of the business, dan semakin luas view-nya, mereka akan memiliki pemahaman mendalam terhadap kebutuhan bisnis,” ujar Iwan seraya menambahkan bahwa orang TI harus memiliki softskill berupa kreativitas dan hasrat untuk berubah (hungry to change).

Berbicara mengenai karakter pemimpin TI masa kini, Joanito Iwan Tamsil memiliki pandangan yang menarik. “IT leader harus memiliki jiwa enterpreneurship, inovatif, inspirasional, dan tentu saja willing to change,” cetus pehobi diving dan motor trailing itu.

Bagi Iwan sendiri, mengasah jiwa kewirausahaan telah ia lakukan di tujuh perusahaan yang ia singgahi setelah tak lagi menjadi konsultan. Semua perusahaan tersebut adalah perusahaan baru, start up company, atau perusahaan yang baru akan membangun departemen TI.” Intinya adalah di hampir seluruh karir saya, saya selalu kebagian membangun departemen TI dari tahapan yang benar-benar awal,” cetus pria yang belajar teknologi secara otodidak dan melalui pendidikan non formal ini.

Termasuk di SaveMax ini, Joanito Iwan Tamsil terhitung pionir di balik pendirian toko grosir modern tersebut. “Rasanya seperti dream come true!” cetusnya bersemangat, setelah gerai pertama SaveMax resmi dioperasikan dua tahun setelah ia bergabung. Dan ia mengaku mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk merancang desain sistem teknologi informasi di SaveMax, dan tentu saja berinovasi untuk menghadapi kompetisi tingkat tinggi di tengah maraknya bisnis ritel Indonesia.