PENGELOLA DATA CENTER ASEAN HADAPI TANTANGAN BIAYA DAN TEKNOLOGI

Pemilik dan operator data center di kawasan ASEAN melihat peluang sekaligus tantangan di tengah meningkatnya kebutuhan terhadap kapasitas komputasi akibat ekonomi digital yang semakin menggeliat di kawasan ini.

Hal tersebut tercermin dari hasil Data Center Asia Pacific Census 2014 yang digelar oleh DCD Intelligence (DCDi). Salah satu kesimpulan yang disampaikan divisi Business Intelligence dari DatacenterDynamics (DCD) itu adalah peran dan layanan data center akan semakin dibutuhkan di kawasan yang ekonominya sedang menggeliat tersebut. Walhasil, investasi untuk pusat data di ASEAN diperkirakan akan terus meningkat.

Data Center Asia Pacific Census 2014 mengungkap fakta bahwa setiap tahun, industri data center dan pelanggannya mengharapkan kinerja pusat data yang lebih baik. Sebagian besar responden dari sensus ini memfokuskan perhatian pada teknologi dan arsitektur data center terbaru yang dapat membantu mereka mewujudkan harapan perusahaan maupun komunitas.

Sebagian besar responden tengah meningkatkan pemanfaatan cloud, implementasi virtualisasi, implementasi inovasi terbaru desain pusat data, optimalisasi komponen TI maupun sistem jaringan. Untuk itu mereka membutuhkan kapasitas, fleksibilitas, dan resiliency untuk menghadapi beban TI yang bisa tiba-tiba meningkat tanpa prediksi atau bersifat mendesak.

“Industri data center di Asia Tenggara sedang mencapai satu titik balik baru, dan setiap keputusan yang diambil terkait data center akan berdampak pada TI di salah satu kawasaan dengan pertumbuhan tertinggi di dunia saat ini,” cetus Vincent Liew (General Manager in APAC, DatacenterDynamics).

Data center, menurut Vincent, menjadi semakin penting dalam rangka menghadirkan dan memanfaatkan teknologi. “Seiring transisi ke komputasi awan, utilitas berbasis konsep software-defined, dan penggelaran inisiatif TI, keputusan-keputusan (terkait data center) ini akan luas pengaruhnya,” Vincent menambahkan. Oleh karena itu, ia menyarankan agar industri data center harus membuang jauh-jauh kerangka berpikir silo atau terkotak-kotak.

Terobosan dalam hal teknologi informasi dan kinerja data center di sebuah organisasi pengelola data center dapat dicapai hanya melalui kolaborasi antara departemen TI, pengelola faslitas, dan para ahli sekuriti di dalam organisasi tersebut. “Dengan cara ini, kita dapat berinovasi dalam mengadopsi teknologi maupun menerapkan best practice, dan meningkatkan keahlian di lingkungan organisasi,” ujar Vincent Liew melalui rilisnya.

Beralih ke Arsitektur Cloud

Untuk menghadapi isu biaya dan kapasitas, semakin banyak pelaku industri data center yang melirik arsitektur cloud, meski mereka pun masih harus mempertahankan infrastruktur on premise.

Menurut DCDi, terjadi peningkatan pada pemanfaatan infrastruktur cloud dari 15,5% di tahun 2013-14 menjadi 17,5% di tahun 2014-15. Sementara peningkatan yang cukup signifikan juga terjadi di area hybrid cloud, yakni dari 9,9% di tahun 2013-14 menjadi 14,4% di tahun 2014-15.

Adalah sebuah langkah tepat jika semakin banyak pengelola data center beralih ke hybrid cloud, menurut Stephen Orban (Head of Enterprise Strategy, Amazon Web Services). Penyedia data center dapat memetik manfaat cloud dari sisi biaya dan kapasitas, sementara kelebihan sekuriti dan kontrol berbasis on premise bisa mereka pertahankan.

“Ada satu konsep yang salah mengenai cloud publik. Public cloud dianggap sebagai satu tawaran yang harus sepenuhnya diambil atau tidak sama sekali,” kata Stephen. Padahal menurutnya, tidak sedikit perusahaan yang memulai pemanfaatan cloud dari hal yang kecil dan terus bereksperimen menempatkan beban kerja di cloud.

Perusahaan mungkin tidak bisa sepenuhnya berpindah ke cloud karena sudah berinvestasi untuk infrastruktur on premise atau mungkin memiliki motivasi dan tingkat urgensi yang berbeda.