KRISNA NUGRAHA: DI TENGAH TRANSFORMASI TI DAN BISNIS PENERBANGAN

Setelah “nyemplung” selama 6 bulan di perusahaan yang mengembangkan dan mengelola oeprasional TI Garuda Indonesia itu, Krisna bahkan menemukan hal yang lebih menarik lagi: transforming organization. Bapak satu putri ini mengaku sangat bergairah menghadapi proses transformasi yang sedang berlangsung di Asyst maupun Garuda Indonesia.
Krisna Nugroho, Chief Technology Officer, Asyst Indonesia. Foto: Siti Aisah Pujianti
Kompleksitas bisnis penerbangan berikut kerumitan teknologi informasi di belakangnya sungguh menarik minat pria asal Bandung ini. Tiada kesempatan mencicipi secara total kecuali membiarkan diri “nyemplung” ke dalamnya.

Pernah malang melintang sebagai seorang konsultan untuk vendor maupun independen, Krisna Nugraha tahu benar tak mungkin memahami sistem dan teknologi informasi di balik layanan penerbangan tanpa menceburkan diri ke dalamnya.

“Ketika menjadi konsultan, saya ketemu satu orang di bank bisa tahu semua (tentang TI-nya). Nah, kalau di airline nggak bisa begitu, kecuali kita masuk ke sana,”cetus Chief Technology Officer, PT Aero Systems Indonesia (Asyst) ini. Lagipula, penyuka pesawat terbang ini beroleh kenikmatan lain. “Saya bisa masuk ke area-area yang tidak boleh sembarangan dimasuki orang,” imbunya seraya tertawa.

Setelah “nyemplung” selama 6 bulan di perusahaan yang mengembangkan dan mengelola oeprasional TI Garuda Indonesia itu, Krisna bahkan menemukan hal yang lebih menarik lagi: transforming organization. Bapak satu putri ini mengaku sangat bergairah menghadapi proses transformasi yang sedang berlangsung di Asyst maupun Garuda Indonesia.

Garuda Indonesia yang selama ini dipahami orang awam sebagai perusahaan transportasi, kini bertransformasi menjadi pebisnis ritel. “Garuda sekarang sudah mulai menjual, misalnya comfortable seat, extra baggage, dan lain-lain,” jelas Krisna. Transformasi ini tak pelak menuntut Garuda membangun “ikatan” yang lebih erat dengan pelanggan. Dan kunci sukses sebagai retailer, menurut pria yang pernah berkecimpung di dunia perbankan ini, adalah mempertahankan pengalaman menyenangka bagi pelanggan secara terus menerus.

Asyst tentu saja harus memampukan hal tersebut lewat teknologi informasi. Pehobi fotografi ini mencontohkan kemudahan pencarian dan pembelian tiket via telepon genggam, web, maupun agen perjalanan; kemampuan flight search berbasis prediksi di website Garuda; atau mengkonversi, misalnya point belanja, menjadi mileage dalam program frequent flyer. “Semua itu membutuhkan sistem TI di belakangnya,” tandas Krisna Nugraha.

Nah, itu baru dari sisi komersial alias sisi yang terkait dengan penumpang. Airline sebenarnya hanya satu bagian saja dari sebuah ekosistem besar air travel industry. Dan untuk menyajikan kepuasan prima bagi penumpang, Asyst harus memastikan sistem informasi Garuda terintegrasi apik dengan sistem milik elemen lain dalam ekosistem tersebut, misalnya travel agent, ground handler, bandara, maintenance facility, penyedia in flight services, bahkan penyedia bahan bakar pesawat.

“Memang bukan dalam arti harus erat, tetapi sistemnya harus terintegrasi karena di tahap-tahap tertentu akan selalu ada pertukaran informasi,” jelas Krisna seraya mencontohkan sistem milik ground handling yang harus terus “bicara” dengan sistem milik airline untuk memastikan, misalnya jumlah check in counter dan officer, serta ramp area untuk bagasi yang dibutuhkan untuk setiap penerbangan.

Di sisi lain, sebagai CTO, Krisna Nugraha pun harus berhitung agar komponen biaya TI tidak sampai membebani penumpang. “Di industri air travel, adalah umum membebankan biaya TI pada setiap transaksi (harga tiket), padahal tidak semua komponen biaya tiket ditentukan oleh airline,” jelas 2012 Future IT Leader versi majalah SWA ini seraya merujuk kembali pada ekosistem industri air travel tadi.

Nah, bagaimana Krisna Nugraha mengelola transformasi di lingkungan Asyst seiring perubahan yang terjadi di Garuda Indonesia? Memfokuskan diri pada memberi dukungan penuh untuk Garuda Quantum Leap sampai 2015, Krisna melihat ada dua hal penting yang harus ia perhatikan: kompetensi dan otomasi.

Kompetensi berkaitan dengan sumber daya manusia di Asyst. “Kami harus meningkatkan kemampuan SDM bukan hanya di teknis, karena IT is about people,” jelas Krisna. Leadership dalam hal manajemen, teknologi maupun budaya, menurutnya, harus dipersiapkan karena SDM Asyst harus beranjak dari hanya mengurus reservasi—tujuan awal berdirinya Aero Systems—menjadi perusahaan penyedia layanan TI yang lebih berorientasi pada pelanggan.

Sedangkan untuk menghasilkan sistem informasi yang lebih berkualitas dengan cepat, Asyst menerapkan otomasi dalam proses pengembangan sistem. “Kami sekarang menerapkan modernisasi software engineering. Kami menggunakan tools (otomasi) mulai dari pendefinisian requirement, pembuatan desain, testing, sampai proses deployment,” papar Krisna.