BUDI SOEGIARTO: MERINTIS DIVISI ICT DI AIRASIA INDONESIA

Ketika pertama kali ditawari oleh manajemen AirAsia Indonesia untuk memimpin divisi ICT, Budi Soegiarto diminta kesanggupannya untuk membangun infrastruktur dan sistem TI dari nol. “Nggak masalah,” jawabnya dengan yakin, “karena setup network itu pekerjaan sehari-hari saya di Singapura.” Saat itu, Budi memang baru kembali ke tanah air setelah bekerja di sebuah perusahaan IT network security di Singapura selama enam tahun.
Budi Soegiarto (Head of ICT, AirAsia Indonesia). [Foto: Alphons Mardjono]
Ketika pertama kali ditawari oleh manajemen AirAsia Indonesia untuk memimpin divisi ICT, Budi Soegiarto diminta kesanggupannya untuk membangun infrastruktur dan sistem TI dari nol. “Nggak masalah,” jawabnya dengan yakin, “karena setup network itu pekerjaan sehari-hari saya di Singapura.” Saat itu, Budi memang baru kembali ke tanah air setelah bekerja di sebuah perusahaan IT network security di Singapura selama enam tahun.

Budi memulai kariernya di AirAsia Indonesia bersamaan dengan persiapan peluncuran maskapai tersebut di Indonesia pada bulan Desember 2004. Usianya masih terbilang muda, tiga puluhan tahun. Ketika itu, ia merupakan satu-satunya karyawan di divisi ICT. Tugas pertamanya adalah membangun station di Balikpapan, tujuan domestik perdana AirAsia Indonesia selain Medan. “Saya harus koordinasi dengan pihak airport [Angkasapura] dan Telkom. Kadang-kadang agak sulit, tapi mesti sabar juga,” kisahnya.

Dari satu station yang dirintis Budi itulah, infrastruktur dan sistem TI di AirAsia Indonesia terus berkembang. Cakupannya sudah meluas sampai ke kantor-kantor cabang di seluruh Indonesia. Dari berjibaku sendirian, kini Budi sudah memiliki 15 anggota tim. Seluruhnya ada di Jakarta.

Jika ada kondisi darurat, sudah ada staf yang siap siaga 24 jam di kantor atau diselesaikan secara remote. Inilah yang membuatnya bangga. “Kalau dulu, saya pernah harus ke kantor jam empat pagi waktu ada problem, sampai dimarahi security karena cuma pakai celana pendek,” kenangnya sambil tertawa.

Selama satu dekade menakhodai divisi ICT di AirAsia Indonesia, Budi menyatakan bahwa divisinya sekarang masih lebih berkutat pada support operasional di internal perusahaan. Tugasnya antara lain mengelola infrastruktur jaringan, server, dan data center. Bahkan, urusan sound system di kantor pun ikut mereka tangani.

Sebagai maskapai yang lebih dari 75% transaksinya dilakukan secara online, AirAsia Indonesia harus memiliki infrastruktur yang memadai dan terjamin ketersediaannya. Budi memenuhi kebutuhan ini dengan melakukan redundancy sistem dan jaringan.

Kalau ada problem di Telkom, misalnya, ada backup link dari penyedia jaringan lainnya. Bila data center-nya yang bermasalah, lalu lintas langsung diarahkan ke disaster recovery center (DRC). “Biasanya sewaktu ada promo Free Seats, kami dan provider [jaringan] sudah ada agreement untuk bisa menaikkan bandwidth atau resources. Bisa sampai lima kali lipat, on demand begitu,” kata Budi.

Akan tetapi, Budi menginginkan divisi ICT bisa berkontribusi lebih besar daripada peran supporting dan helpdesk. Perlahan, ia dan timnya ikut membantu AirAsia Indonesia memperoleh pemasukan dengan berbagai cara.

Merekalah yang mengurusi pengembangan dan implementasi sistem pembayaran melalui payment channel yang beragam, baik melalui online (kartu kredit dan internet banking) maupun offline (transfer bank dan pembayaran di minimarket). Mereka pun sedang merencanakan pembayaran secara mobile.

Untuk menerapkan inovasi-inovasi ini, divisi ICT bekerjasama dengan divisi Commercial yang bertugas memilih payment channel yang potensial. “Sebagai low cost carrier, kami harus lebih selektif [dalam bermitra dengan merchant]. Kami nggak bisa buka [kemitraan] ke semua pihak karena itu artinya cost tambahan. Divisi Commercial inilah yang lebih tahu pasar, channel mana yang cocok dengan market kami,” papar pria lulusan Universitas Bina Nusantara ini.

Sementara itu, untuk menekan biaya, divisi ICT membantu menerapkan self-service check-in bagi penumpang yang dapat dilakukan lewat airport kiosk, web, dan aplikasi mobile. Dengan demikian, proses check-in bisa lebih cepat dan efisien.

Di lingkup internal perusahaan, divisi ICT menerapkan solusi Microsoft Lync yang memungkinkan karyawan AirAsia di seluruh cabang mengadakan teleconference dan kolaborasi pekerjaan dari jarak jauh. Telepon juga bisa dilakukan gratis lewat VoIP. Hal ini menghemat waktu dan biaya untuk bepergian dan komunikasi. Ada pula beberapa aplikasi yang dimigrasikan ke cloud, contohnya e-mail yang sudah menggunakan layanan Office365.

“Di AirAsia, ICT itu bukan Information & Communication Technology, melainkan Innovation, Commercial, & Technology. Oleh karena itu, kami harus selalu berinovasi dengan teknologi agar kami bisa generate revenue dan mengurangi biaya (minimize cost) untuk dapat terus bersaing di dunia penerbangan, itu visi yang dituntut manajemen kepada kami,” pungkas Budi.