![]() |
Juanta Widjaja (Head of IT, First Resources, Ltd.). [Foto: Adrian Mulya/InfoKomputer] |
Ketika Juanta Widjaja menginjakkan kaki pertama kali di First Resources, tugas berat telah menantinya. Ia dihadapkan pada keinginan manajemen untuk memindahkan data center perusahaan kelapa sawit itu dari kantor cabang di Riau ke kantor pusat di Jakarta. “Data center di Riau sebetulnya sudah cukup oke, sudah ada disaster recovery center. Tapi, sering mati listrik,” ujar Juanta.
Dalam assessment terhadap kondisi TI di First Resources, Juanta melihat kondisi TI yang masih tersebar di kantor dan kebun yang terletak di Riau, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Barat. Ia lalu mengambil keputusan penting. Tidak sekadar menarik data center ke Jakarta, Juanta pun merancang ulang infrastruktur TI di perusahaan yang berdiri sejak 2007 tersebut.
“Saya coba sentralisasi data center dan core IT, semuanya di Jakarta. Tujuannya agar perusahaan dapat lebih lincah dalam bergerak, ekspansi, dan support bisnis,” tutur Juanta. Dalam konsep ini, pusat kendali terhadap TI berada di Jakarta. Kantor daerah berfungsi sebagai perwakilan saja yang memastikan segala sistem berjalan baik. Jika ada masalah, langsung dieskalasi ke Jakarta.
Langkah Juanta adalah menarik server-server kritikal ke Jakarta serta membangun private cloud dengan teknologi jaringan MPLS (Multiprotocol Label Switching). Untuk menjamin kelancaran komunikasi, dibangunlah jaringan komunikasi suara dan data ke kebun dengan VSAT, global address book untuk kemudahan berkirim e-mail, dan sistem telephony hibrida (IP telephony untuk kantor utama dan PABX untuk kantor nonutama). Semua berhasil digelar dalam waktu satu tahun, mulai September 2010 hingga 2011.
Pondasi Segitiga dan Lingkaran TI
Usai membenahi infrastruktur, Juanta memindahkan fokus ke tahap kedua, yakni software. First Resources memanfaatkan Oracle antara lain untuk database dan penyusunan laporan. Untuk memenuhi tuntutan zaman yang lebih dinamis, sistem ini harus sanggup melakukan reporting lebih cepat dan akurat serta menyajikan data yang bisa membantu manajemen dalam membuat keputusan.
Namun, Juanta tidak ingin bertopang sepenuhnya pada Oracle. Ia mengungkapkan, timnya sedang mengembangkan e-plantation system yang akan di-deploy di kebun-kebun. Nantinya, semua detail transaksi operasional kebun akan tersimpan di e-plantation system, sementara Oracle hanya menyimpan summary dari buku besar (general ledger).
“Sistem ini kami kembangkan secara internal agar user di kebun lebih mudah untuk beradaptasi. Sistemnya memakai bahasa Indonesia, lebih simplified tapi tetap mengikuti business process yang ada,” papar pria lulusan Universitas Bina Nusantara ini.
Sambil menuntaskan penyempurnaan software, Juanta mulai menggelar pembenahan dari sisi sekuriti. Fokusnya pada pengamanan aset TI perusahaan, infrastruktur, MPLS ke pihak ketiga, dan yang tak kalah penting, proteksi kebocoran data (data leak protection/DLP).
Setelah sekuriti selesai, barulah business intelligence akan diinisiasi. Maka, akan lengkaplah pondasi segitiga dan lingkaran yang diinginkan Juanta terhadap divisi TI di First Resources. “Tiga pilar yang membentuk segitiga TI itu infrastruktur, software, dan business intelligence. Ketiganya dilingkupi oleh sekuriti,” tukasnya.
Juanta merasa beruntung berada di bawah manajemen yang open minded. Kebetulan, pada saat menunjuk Juanta selaku Head of IT pada 2010, manajemen melihat TI sebagai salah satu departemen yang perannya cukup strategis. “Setiap saya melihat potential risk yang harus dibenahi, manajemen mendukung saya seratus persen,” pria tiga anak ini mensyukuri.
Meskipun saat ini ekonomi Indonesia sedang terpengaruh melemahnya nilai dolar AS, manajemen tidak keberatan untuk berinvestasi di bidang TI selama ada argumentasi yang jelas. Apalagi, di struktur First Resources, posisi Juanta berada di bawah CEO sehingga ia diberi kebebasan untuk merancang dan men-deploy teknologi baru yang sesuai dengan bisnis yang ada.
Tapi, keleluasaan tersebut tidak lantas membuatnya sesuka hati. Pasalnya, ia memiliki sebuah visi pribadi dalam membidani TI di First Resources. “Ingin membangun TI yang memadai dan bisa mendukung ekspansi bisnis secara cepat dan tepat serta memastikan sistem TI itu dapat diwariskan secara langsung tanpa terkendala ke penerus saya,” bebernya.
Tantangan Terbesar
Selama berkecimpung lebih dari lima belas tahun di dunia TI, Juanta telah merasakan bekerja di bermacam segmen industri. Mulai dari consumer goods, retail, government, poultry, ISP, telecommunication, manufacturing, hingga kini berkutat di plantation.
Menurutnya, tantangan terbesar bagi orang TI adalah mengubah brainware alias mengubah mindset pengguna dari sistem TI tradisional menjadi modern. Misalnya, yang terbiasa melakukan pencatatan dengan Excel kemudian dipaksa memakai Oracle. “Challenge-nya adalah bagaimana menerjemahkan konsep TI kepada orang awam. Kadang orang TI itu lemah di kemampuan berbahasa, sulit memberikan analogi atau pendekatan secara awam,” Juanta berpendapat.
Namun, Juanta memang bukan orang TI kebanyakan. Lagi-lagi ia memberikan analogi segitiga saat ditanya impiannya di masa depan. “Cita-cita saya adalah ‘menikahkan’ antara IT security, legalitas, dan internal audit. TI di puncak segitiga, sementara kiri dan kanannya legal dan audit,” ungkapnya.
Ketika bekerja di ISP, Juanta pernah mengalami digerebek polisi akibat kasus VoIP. Kasus yang sempat ramai pada awal era 2000-an itu memang digolongkan sebagai grey area, tidak jelas batas hukumnya antara legal dan ilegal. Ia menyayangkan, segala kesalahan di dunia TI akan disangkutkan ke UU ITE dan KUHP. “Padahal, belum tentu nyambung,” sebutnya. Sementara itu, audit diperlukan guna memastikan kepatuhan (compliance) TI terhadap aturan yang berlaku.
“Saya ingin membuat badan nonprofit yang bisa menyadarkan bahwa kita punya potential problem yang harus diidentifikasi. Memberi training, seminar, dan [merumuskan] standar IT compliance. Supaya orang-orang bisa melek TI dan melek hukum secara langsung,” pungkas Juanta.
0 komentar: