KUNCORO WIBOWO: HABIS-HABISAN GARAP TICKETING PT KAI UNTUK RAIH KEPERCAYAAN MANAJEMEN

Setelah gebrakan online ticketing untuk kereta jarak jauh dan e-gate untuk commuter line, PT KAI juga menerapkan sistem Enterprise Resource Planning untuk menggawangi business process di sisi internal. Bahkan tak lama lagi, teknologi informasi pun akan dilibatkan di area operasional dan safety, selain menelurkan kembali produk-produk baru berbasis IT.
M. Kuncoro Wibowo, Managing Director of Human Capital, General Affairs & Information Technology, PT KAI
Transformasi teknologi di PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) boleh dibilang luar biasa. Sebuah BUMN yang dulu terkesan perusahaan lama kini telah menjelma menjadi sebuah organisasi yang dinamis dan sebagian besar lini di PT KAI telah sarat dengan aspek teknologi informasi.

Setelah gebrakan online ticketing untuk kereta jarak jauh dan e-gate untuk commuter line, PT KAI juga menerapkan sistem Enterprise Resource Planning untuk menggawangi business process di sisi internal. Bahkan tak lama lagi, teknologi informasi pun akan dilibatkan di area operasional dan safety, selain menelurkan kembali produk-produk baru berbasis IT.

Di antara jajaran manajemen puncak PT KAI, M. Kuncoro Wibowo adalah salah satu inisiator utama di balik transformasi tersebut. Bagaimana pengalaman Managing Director of Human Capital, General Affairs, & Information Technology ini “merebut” perhatian manajemen PT KAI untuk sepenuhnya mendukung transformasi tersebut?

Bagaimana Anda meyakinkan jajaran top management PT KAI, khususnya CEO, tentang pemanfaatan TI bagi bisnis perusahaan?

Kuncoro Wibowo: Tipikalnya adalah CEO atau manajemen berpikir IT pasti mahal, kompleks, dan resikonya tinggi. Namun tergantung tipe bisnisnya juga. Mungkin kalau di telco atau bank, ya fine fine saja. Tapi kalau di PT KAI ini, nggak ada IT pun kereta tetap bisa jalan. Memang perlu waktu untuk meyakinkan CEO.

Kami harus meyakinkan seluruh direksi bahwa IT bisa membantu bisnis perusahaan. Saya paham bahwa IT bukan core business dan kami sangat sadar posisi tersebut. Oleh karena itu kami harus lakukan quick win, keberhasilan yang gampang dilihat dan dinikmati, kalau bisa nggak ada biayanya.

Apa quick win yang Anda pilih ketika itu?

Kuncoro Wibowo: Kami pernah gagal di ERP, sehingga kami atur strategi baru. Ketika itu kami potret terlebih dahulu apa yang bisa dilakukan IT untuk bisnis KAI, dan saat itu yang terlihat paling berat adalah ticketing. Bayangkan, calon penumpang sampai harus antri lama bahkan tidur di stasiun. Lalu kami berpikir bagaimana dapat membantu perusahaan. Kalau kami dapat merombak itu, efeknya akan dirasakan oleh para stake holder yaitu masyarakat pengguna jasa kereta api, pemerintah, perusahaan, dan karyawan.

Dalam membangun sistem ticketing ini, kami sekaligus merombak infrastruktur IT di KAI, termasuk merombak data center. Tapi kami pakai yang kecil-kecil saja dulu, server dari PT pun kami terima. Kami tidak ingin terlalu banyak mengeluh, karena itu bisa menjadi bumerang bagi kami. Apapun masalahnya ketika itu saya terima saja.

Kami garap ticketing ini habis-habisan. Tahun 2012, ticketing jarak jauh berhasil, bahkan PT KAI mendapat award dari mana-mana. Memang kami agak menyimpang sedikit, kami jor-joran di web. Pencapaian kami bagus di tahun 2012, dan untuk pertama kalinya proses boarding jalan. Kami diapresiasi oleh stake holder.

Ada kendala yang Anda temui?

Kuncoro Wibowo: Ya, di ticketing ini, salah satu yang pernah kami alami adalah double seat sampai dua tiga gerbong. Aduh, luar biasa itu! Sampai tiga hari saya nangis, menyesali. Aduh kok bisa sampai seperti ini kesalahan saya! Padahal yang kami butuhkan saat itu adalah trust. Kalau sekali pakai IT berantakan begini, kami akan sulit mendapatkan trust. Trust itu mahal harganya. Tapi dengan keberhasilan ticketing ini, trust manajemen terhadap IT muncul lagi. Ticketing ini menjadi “kendaraan” bagi IT PT KAI untuk mendapatkan trust.

Bagaimana ceritanya dengan ERP?

Kuncoro Wibowo: Tahun 2010-2011 kami sempat implementasi tapi kemudian di-drop semua. Saya harus akui bahwa kami terlalu tergesa-gesa, dan kurang tepat memotret kondisi SDM dan infrastrukturnya. Akibatnya, bukan hanya direksi yang tidak percaya, karyawanpun demikian. Namun tidak mengapa, ini menjadi pelajaran bagi kami semua.

Dan sekarang ERP sudah jalan?

Kuncoro Wibowo: Baru 2012 akhir kami mulai men-develop lagi Cash Management, Fico, payroll. Pelan-pelan kita garap lagi. Keberhasilan e-ticketing membuat manajemen percaya lagi kepada IT dan menganggap IT punya andil terhadap kesuksesan bisnis KAI. Stake holder kita mulai percaya, dan yang terpenting karyawan KAI juga demikian. Tapi kami tidak banyak terlalu memaksakan diri. Kami bentuk tim SAP awal Januari 2013.

Ya, setelah kegagalan itu, kami putar strategi. Kami perbaiki infrastruktur dan SDM-nya. Kami juga ambil IT governance, maturity level, dan terus menerus kami perbaiki security-nya. Tim kami juga melakukan benchmark ke perusahaan-perusahaan yang sudah implementasi ERP. Kami kawal ERP (project kedua) ini habis-habisan. Kami buat helpdesk dan pantau seluruh daerah.

ERP muncul pelan-pelan sambil kami kerjakan ticketing juga.Waktu itu baru tiket kereta jarak jauh kelas eksekutif dan bisnis yang kami buat online. November 2013 baru kami hidupkan ticketing kelas ekonomi. Awal 2014 semua ticketing sudah online. September 2013 Cash Mmanagement, Fico, Fund Management, MMPN jalan. Dan awal 2014 kami launching ERP. Laporan keuangan kami sekarang real time, dashboard bisa dipantau harian, lewat mobile.

Apa pelajaran yang Anda petik?

Kuncoro Wibowo: Dari pengalaman ini, secara pribadi saya melihat betapa sulitnya mentransformasi culture. Bagusnya CEO kami, Ignasius Jonan, membangun culture dengan sistem. Bukan sekadar ngomong tapi pakai sistem dan konsisten. Pak Jonan itu kan by system dan by consistency. Benar-benar ditekuni.

Peran CEO sangat besar, tanpa dukungan CEO nggak akan berhasil. Bagaimanapun CEO adalah yang men-drive perusahaan. Biarpun kami jungkir balik untuk membuka wawasan karyawan, kalau CEO-nya tidak mau, ya transformasi ini tidak akan jalan.